
Wukuf di Arafah, Momentum ‘Menepi Sejenak’ untuk Muhasabah dan Doa
05/06/2025 06:20 ADMINJAKARTA, MUI.OR.ID – Wukuf di Arafah menjadi momen paling sakral dalam ibadah haji. Pada saat inilah jutaan umat Islam dari berbagai penjuru dunia berhenti sejenak dari hiruk-pikuk kehidupan dunia untuk merenungi makna terdalam dari perjalanan hidupnya.
Wukuf bukan sekadar ritual fisik, melainkan momentum spiritual untuk bermuhasabah, memohon ampunan, serta memperbarui tekad dalam menjalani kehidupan yang lebih baik dan bermakna.
Menurut Sekretaris Komisi Fatwa MUI, KH Miftahul Huda, wukuf tidak hanya berkaitan dengan waktu dan tempat, tetapi juga menyimpan makna yang sangat mendalam.
“Wukuf secara bahasa berarti berhenti. Setiap yang hidup pasti akan mengalami masa pemberhentian. Wukuf mengajarkan kita untuk berhenti, bermuhasabah, dan menyadari bahwa pada akhirnya semua akan kembali kepada Allah SWT,” ujarnya saat dihubungi MUIDigital pada Rabu, (4/6/2025).
Lebih lanjut, dia menekankan bahwa wukuf adalah salah satu rukun haji yang paling utama. Sehingga Nabi Muhammad SAW bersabda:
الْحَجُّ عَرَفَة “Haji adalah Arafah.” Artinya, siapa yang tidak melakukan wukuf, maka hajinya tidak sah.
Pelaksanaan manasik haji dimulai pada 9 Dzulhijjah. Namun, terkait awal dimulainya manasik, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama.
Imam Syafi’i berpendapat bahwa siapa pun yang sempat berada di Arafah pada malam 10 Dzulhijjah, yakni setelah terbenamnya matahari pada tanggal 9 Dzulhijjah, maka hajinya tetap sah.
Selain itu, Kiai Miftah menjelaskan bahwa wukuf di Arafah bukan sekadar sebuah ritual, melainkan juga sebuah momentum penuh makna yang mengingatkan kita pada hari pembalasan kelak.
Oleh sebab itu, saat wukuf, dianjurkan untuk memperbanyak amalan yang mendekatkan diri kepada Allah SWT dan memohon ampunan bagi diri serta orang-orang tercinta.
“Maka, amalan yang paling dianjurkan saat wukuf adalah memperbanyak istighfar, berzikir, dan berdoa kepada Allah SWT. Tak hanya untuk diri sendiri, tetapi juga mendoakan orang tua, keluarga, guru, dan sesama Muslim,” katanya.
Secara praktik, kegiatan utama selama wukuf dimulai dengan mendengarkan khutbah wukuf yang disampaikan setelah tergelincir matahari, lalu dilanjutkan dengan pelaksanaan shalat Zuhur dan Ashar secara jama’ taqdim.
Setelah itu, jamaah dianjurkan untuk mengisi waktu dengan memperbanyak doa, istighfar, serta kalimat thayyibah. Selain itu, Kiai Miftah juga berpesan agar para jamaah senantiasa menjaga kesucian dan kekhusyukan selama wukuf.
Selama berada di Arafah, jamaah masih dalam keadaan ihram. Oleh karena itu, larangan ihram tetap berlaku, seperti tidak mencukur rambut, tidak memakai wewangian, serta menjaga diri dari pertengkaran dan hal-hal yang dapat membatalkan kekhusyukan.
“Termasuk di antaranya menghindari kesibukan dengan media sosial yang bisa mengganggu kekhusyukan dalam beribadah,” katanya menjelaskan.
Dia pun menekankan bahwa niat yang ikhlas harus menjadi landasan utama dalam berhaji. Adab dalam wukuf adalah ikhlas. Berhaji bukan untuk menaikkan status sosial, melainakn untuk mencari ridha Allah SWT.”
“Disunnahkan pula untuk selalu dalam keadaan suci, karena kita sedang menghadap Dzat Yang Maha Suci,” kata dia.
Wukuf adalah pelajaran untuk berhenti dan kembali. Di Arafah, setiap jiwa diajak untuk menyadari bahwa dunia ini sementara, dan hidup yang kekal adalah kehidupan setelah kematian.
“Di sanalah muara semua amal, dan di sanalah tempat kita akan mempertanggungjawabkan semuanya,” kata dia. (Fitri Aulia Lestari, ed: Nashih)
Tags: arafah, Wukuf arafah, puncak haji, jamaah haji, haji 2025