
Menteri PPPA Arifah: Perbanyak Petugas Pembimbing Ibadah Haji Perempuan
10/06/2025 21:55 ADMINOleh: Muhammad Fakhruddin, Jurnalis MUIDigital dari Makkah, Arab Saudi
MAKKAH, MUI.OR.ID — Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, memberikan apresiasi tinggi terhadap kerja keras petugas haji Indonesia di Tanah Suci. Menteri Arifah yang juga anggota Amirul Hajj Misi Haji Indonesia 2025 menyampaikan bahwa semangat para petugas dalam memberikan pelayanan terbaik kepada jamaah sangat luar biasa, meski di tengah berbagai keterbatasan.
“Saya melihat langsung bagaimana para petugas bekerja maksimal. Mereka menjalankan tugas dengan sepenuh hati, melayani jamaah dengan penuh dedikasi,” ujar Menteri Arifah, di Bandara King Abdulaziz Jeddah, Arab Saudi, Selasa (10/6/2025).
Namun, sebagai Menteri yang membawahi urusan perlindungan perempuan dan anak, fokus utama Arifah adalah bagaimana ibadah haji bisa semakin ramah perempuan.
“Tahun ini, jumlah jamaah haji perempuan Indonesia mencapai 55 hingga 60 persen. Artinya, mayoritas jamaah adalah perempuan. Maka sudah semestinya, jumlah petugas perempuan pun ditingkatkan,” tegasnya.
Ia menyoroti minimnya pembimbing ibadah (bimbad) perempuan yang mendampingi jamaah. Padahal, menurutnya, kebutuhan bimbingan ibadah perempuan berbeda dari laki-laki, dan banyak hal khusus hanya bisa dikonsultasikan secara nyaman dengan sesama perempuan.
“Selama ini, bimbad perempuan masih sangat minim. Ini menjadi perhatian penting, karena banyak kebutuhan ibadah yang lebih nyaman dan tepat bila dibimbing oleh sesama perempuan,” ujarnya.
Menteri Arifah juga mencatat adanya sejumlah perubahan dalam sistem akomodasi yang diterapkan tahun ini, termasuk penempatan jamaah dalam skema satu rombongan di beberapa hotel. Ia mengakui sistem baru ini merupakan kebijakan pemerintah Arab Saudi dan Indonesia sedang beradaptasi.
“Ada penyesuaian, tetapi di lapangan masih ditemukan berbagai persoalan. Catatan-catatan ini akan kami bawa untuk didiskusikan lebih lanjut agar bisa diperbaiki pada musim haji mendatang,” ucapnya.
Ia juga menekankan pentingnya ketersediaan fasilitas seperti toilet yang memadai bagi jamaah perempuan. Durasi penggunaan toilet perempuan, menurutnya, lebih lama dibandingkan laki-laki, sehingga seharusnya jumlahnya disesuaikan.
Dalam sejumlah pertemuan dengan jamaah, Menteri Arifah menilai perlunya kehadiran petugas yang memahami bahasa daerah dan berasal dari daerah yang sama dengan jamaah. Sebab, banyak jamaah Indonesia berasal dari akar rumput (grass root), bahkan belum pernah keluar dari kampung halamannya.
“Ketika ada petugas dari daerah yang sama, secara psikologis itu bisa memberi kenyamanan dan rasa aman. Selain itu, petugas juga harus benar-benar paham tugasnya. Maka pelatihan secara berkala penting dilakukan,” jelasnya.
Salah satu sorotan Menteri PPPA adalah soal istitaah, atau kemampuan seseorang untuk berhaji. Ia mempertanyakan pemahaman umum yang selama ini hanya menekankan aspek finansial, sementara kemampuan fisik sering kali diabaikan.
“Saya melihat sendiri jamaah lansia dan disabilitas di hotel transit yang bahkan untuk buang air kecil atau makan saja harus dibantu. Ini membuat saya bertanya: apa benar mereka istitaah? Karena ibadah haji adalah ibadah fisik, bukan sekadar soal uang,” ungkapnya prihatin.
Menurutnya, dalam kasus seperti itu, lebih baik haji dibadalkan oleh orang lain. Bahkan, jika ada pendamping, pendamping tersebut harus membuat pernyataan atau pakta integritas bahwa tidak akan meninggalkan jamaah yang didampinginya.
“Ada anak yang mendampingi orang tua yang sudah tak bisa beraktivitas, tapi anaknya malah pergi sendiri dan menyerahkan semuanya kepada petugas. Ini tidak adil, karena petugas punya keterbatasan dan bukan bertugas menyelesaikan segalanya,” ujarnya.
Menteri Arifah menegaskan bahwa istitaah ke depan harus dibahas lebih dalam, termasuk dimensi fisik, bukan hanya materi. “Harus ada kerja sama semua pihak. Jangan hanya mengandalkan petugas. Ini tanggung jawab bersama.”
Tags: haji, ibadah haji, jamaah haji, menteri PPPA, arifah fauzi