
Sambut Puncak Armuzna, Kiai Marsudi Sampaikan Hakikat dan Pesan Mulia Rangkaian Manasik Haji
04/06/2025 00:20 ADMINJAKARTA, MUI.OR.ID— Allah SWT memerintahkan umat Islam yang mampu untuk melaksanakan ibadah haji, sebagaimana yang tertera dalam rukun Islam yang kelima.
Wakil Ketua Umum MUI, KH Marsudi Syuhud, mengatakan ketika melaksanakan ibadah haji, seluruh kekuatan energinya disatukan dari mulai istitha'ah kesehatan, keuangan dan perjalanannya. Menurut dia, seluruh kekuatan itu harus saling mendukung.
"Ketika demikian, haji ini adalah sebuah ibadah kumpulan dari segala energi dan kekuatan untuk melaksanakan ibadah," kata Kiai Marsudi kepada MUIDigital, Selasa (3/6/202) di Kantor MUI, Menteng, Jakarta Pusat. Pernyataan ini disampaikan berkaitan dengan pelaksanaan puncak haji Arafah, Muzdalifah, Mina (Armuzna).
Akulturasi haji
Kiai Marsudi bercerita pernah diundang oleh OKI untuk membahas mengenai hikmah haji, lebih spesifiknya akulturasi.
Kiai Marsudi menjelaskan akulturasi haji adalah banyak orang yang beragama Muslim dari setiap negara yang melaksanakan ibadah haji, berkumpul di satu tempat.
"Padahal bahasanya berbeda, makanannya berbeda, kulturnya berbeda dan situasinya berbeda-beda, negara dingin ke panas, berkumpul di satu tempat itu hikmah lain bisa menyatukan umat Islam yang disebut mempengaruhi akulturasi," jelasnya.
Kiai Marsudi mengungkapkan, akulturasi yang bermacam-macam, mulai dari akulturasi budaya, makanan, pakaian, bahasa, dan sebagainya.
Pelajaran haji
Kepulangan jamaah haji hendaknya membawa amaliyah haji. Misalnya, ketika wukuf di Arafah yang menjadi tempat berkumpulnya umat Muslim di seluruh dunia yang sedang menunaikan rukun Islam kelima.
Mereka dengan latar belakang negara, budaya, makanan, dan perilaku yang berbeda disatukan oleh pakaian yang sama, sehingga tidak ada derajat keduniaan yang dibedakan.
"Istilahnya mau dia gubernur, kepala suku, RW/RT, masih punya embel-embel kekuasaan semuanya sama. Kalo kita bisa mengambil hikmahnya dalam melaksanakan wukuf di Arafah kemudiaan mabit di Muzdalifah dan Mina serta melempar jumrah Aqabah dan seterusnya itu ada hikmah-hikmahnya," ungkapnya.
Kiai Marsudi menegaskan, ketika berkumpul di Arafah, jamaah haji semuanya memiliki derajat yang sama. Kemudiaan, semuanya untuk memuliakan dan beribadah kepada Allah SWT.
"Maka berpikirnya ketika pulang ke rumah, ketika kita mau melaksanakan kebaikan, terpenting diingat sebaik-baiknya manusia adalah orang yang bermanfaat bagi orang banyak," lanjutnya.
Begitu juga ketika tawaf mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali. Momen itu dilakukan oleh seluruh umat Muslim dari berbagai negara yang memiliki perbedan bahasa, budaya dan sebagainya kumpul dengan tujuan yang sama.
Yakni mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali tanpa ada keributan. Perilaku inilah yang harus di bawa pulang ketika kembali ke negara dan rumahnya masing-masing.
"Seriuh apapun dalam ekonomi atau kompetisi mencari kehidupan, seriuh apapun politik yang lagi booming dan viral, itu tidak akan ada umpatan, caci maki, seperti (sedang) tawaf tadi," ungkapnya.
Kondisi itu pun, bahkan tidak akan ada konflik fisik. Begitu juga ketika Sai dari Bukit Shafa dan Bukit Marwah, terlihat dari luar seperti saling kejar-kejaran.
"Tapi gak ada masalah, maka ketika diaplikasikan dalam hidup, maka betapapun kita lagi perlombaan untuk mencari ekonomi, kedudukan, dalam praktik apapun, itu aman, nyaman, enak," ungkapnya. (Sadam, ed: Nashih)

Tags: haji, ibadah haji, murur, mabit, mina, haji, ibadah haji, kiai niam, jamaah haji, makna haji, hakikat haji, esensi haji, haji 2025