Ihram Haji dan Umrah Kenakan Masker untuk Hindari ISPA, Bolehkah?

Ihram Haji dan Umrah Kenakan Masker untuk Hindari ISPA, Bolehkah?

01/06/2025 19:48 ADMIN

JAKARTA, MUI.OR.ID – Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) menjadi salah satu keluhan utama yang menyerang jamaah haji Indonesia. Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) di daerah Kerja Makkah dan Madinah mencatat 7.957 ISPA.

Jamaah haji Indonesia pun diimbau untuk waspada salah satunya dengan memakai masker. Apa hukum memakai masker ketika ihram?

Perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai hukum memakai masker saat ihram, di tengah kondisi kerumunan padat dan risiko penularan penyakit yang tinggi, menjadi persoalan mendesak dalam pelaksanaan ibadah haji dan umrah.

Di satu sisi, masker dibutuhkan untuk menjaga kesehatan jamaah. Namun di sisi lain, syariat melarang menutup wajah saat sedang berihram.

Menanggapi hal tersebut, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan Fatwa Nomor 003/MUNAS X/MUI/XI/2020 sebagai pedoman hukum syariat terkait pemakaian masker bagi orang yang sedang ihram.

Perbedaan pendapat ulama soal menutup wajah

Dalam fiqih haji dan umrah, para ulama memiliki pendapat yang berbeda tentang hukum menutup wajah bagi orang yang berihram, baik laki-laki maupun perempuan. Perbedaan ini menjadi penting ketika dikaitkan dengan penggunaan masker yang menutup sebagian wajah (mulut dan hidung).

1. Pendapat yang melarang
Sebagian ulama, khususnya dari mazhab Maliki dan Hanbali, berpendapat bahwa menutup wajah bagi laki-laki yang sedang ihram adalah haram, baik secara keseluruhan maupun sebagian.

Larangan ini didasarkan pada sejumlah hadits Nabi Muhammad SAW yang secara eksplisit melarang orang yang berihram menutupi kepala dan wajah, termasuk dalam keadaan wafat.

Salah satu hadits yang menjadi dasar utama adalah sabda Rasulullah SAW ketika seseorang meninggal dalam keadaan ihram:

اغسلوه بماء وسدر، وكفنوه في ثوبين -وفي رواية: في ثوبيه- ولا تحنطوه -وفي رواية: ولا تطيبوه- ، ولا تخمروا رأسه ولا وجهه ، فإنه يبعث يوم القيامة

"Mandikanlah dia dengan air dan daun bidara, kafanilah dengan dua kain ihramnya, dan jangan ditutup kepalanya serta jangan ditutup wajahnya, karena dia akan dibangkitkan pada hari kiamat dalam keadaan bertalbiyah." (HR Muslim)

Dalam Mazhab Maliki, menutup wajah atau kepala bagi laki-laki yang sedang ihram hukumnya haram, termasuk dengan kain, tanah, atau lumpur, sebagaimana dijelaskan Imam al-Dasuki.

Mazhab Hanbali juga mayoritas melarang penutupan wajah saat ihram, meski ada pendapat minor yang membolehkan, sebagai bentuk kehati-hatian terhadap larangan ihram.

2. Pendapat yang membolehkan

Mazhab Syafi’i, melalui tokoh seperti Imam Nawawi dan al-Rafi’i, membolehkan laki-laki menutup wajah saat ihram dan tidak dikenai fidyah. Mereka menilai larangan dalam hadis lebih merujuk pada kepala, bukan wajah.

Imam Nawawi dalam al-Majmu’ menyatakan bahwa mayoritas ulama Syafi’iyah tidak mempersoalkan laki-laki yang menutup wajah saat ihram, selama tidak melanggar larangan ihram yang pokok.

3. Hukum bagi Perempuan

Secara umum, perempuan yang sedang ihram dilarang memakai cadar. Namun, dalam kondisi tertentu seperti kekhawatiran terhadap fitnah atau demi kesehatan, perempuan diperbolehkan menutup wajahnya dengan kain yang dijatuhkan dari kepala, sebagaimana dilakukan oleh Sayyidah Aisyah ra.

Menurut Ibnu Qudamah dalam al-Mughni, perempuan dapat menutup wajahnya dalam kondisi darurat (hajah), misalnya ketika ada laki-laki bukan mahram di sekitarnya.

Dalam fatwa yang ditetapkan pada 26 November 2020 tersebut, MUI menyatakan:

1. Laki-laki yang sedang ihram boleh memakai masker (hukum mubah)

2. Perempuan yang sedang ihram haram memakai masker, kecuali dalam kondisi darurat atau kebutuhan syar’i seperti,
penularan penyakit berbahaya, cuaca ekstrem, atau ancaman kesehatan serius

3. Jika perempuan memakai masker dalam kondisi darurat, terdapat dua pendapat, yaitu: wajib membayar fidyah atau tidak wajib membayar fidyah.

Rekomendasi MUI

MUI menghimbau agar pemerintah dan pihak penyelenggara haji dan umrah:

• Menjaga kesehatan jamaah secara serius,

• Menyediakan masker yang suci dan sesuai standar kesehatan.

Dengan demikian, fatwa ini bersifat dinamis dan dapat disempurnakan apabila di kemudian hari muncul kebutuhan atau kondisi baru. Hal ini menunjukkan fleksibilitas fiqih dalam merespons perkembangan zaman tanpa mengabaikan prinsip dasar syariat.

Fatwa ini mencerminkan respons adaptif ulama Indonesia terhadap tantangan ibadah di era modern, khususnya dalam konteks kesehatan global. Pendekatan fiqih yang fleksibel, dengan tetap berpijak pada dalil dan kaidah syar’i, menunjukkan bahwa perlindungan jiwa tetap menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan syariat. Masker bukan hanya simbol kewaspadaan, tapi juga bentuk ikhtiar menjaga kemaslahatan umat. (Fitri Aulia Lestari, ed: Nashih)

Tags: masker saat ihram, pakai masker saat ihram, tata cara ihram, syarat ihram, fatwa mui, majelis ulama indonesia