Melacak Asal-Usul Imsak dalam Sunnah Nabi Muhammad SAW

Melacak Asal-Usul Imsak dalam Sunnah Nabi Muhammad SAW

JAKARTA— Ketika Ramadhan, sekitar 10 menit menjelang adzan subuh berkumandang, di daerah-daerah Indonesia sayup suara orang mengumumkan waktu imsak bersahutan. Saat imsak, masyarakat kita mulai menahan diri dari segala hal yang membatalkan puasa.

Apakah tradisi waktu imsak ini ada tuntunannya? Dan benarkah waktu memulai puasa adalah waktu imsak?

Bila merujuk pengertian puasa pada literatur fikih, sebenarnya puasa dimulai sejak terbitnya fajar sampai matahari terbenam. Waktu terbitnya fajar sendiri merupakan waktu adzan subuh dikumandangkan.

Misalnya, merujuk pada kitab Fiqh ash-Shiyam karya Syekh Yusuf al-Qaradlawi yang menerangkan bahwa pengertian puasa adalah menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa sepanjang hari yakni dari terbitnya fajar sampai mentari terbenam. (Lihat Yusuf al-Qaradlawi, Fiqhus Shiyam, hlm 10)

Artinya, waktu memulai puasa sebenarnya berawal dari terbit fajar atau adzan subuh, bukan dari waktu imsak. Nah, lalu bagaimana dengan tradisi imsak yang dimulai sejak 10 menit sebelum adzan subuh?

Ternyata, tradisi imsak terinspirasi dari hadits riwayat imam Bukhari pada bab, “berapa lama waktu antara selesainya sahur dan adzan subuh?” Selengkapnya:


عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَزَيْدَ بْنَ ثَابِتٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ تَسَحَّرَا، فَلَمَّا فَرَغَا مِنْ سَحُورِهِمَا قَامَ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى الصَّلَاةِ، فَصَلَّى، فَقُلْنَا لِأَنَسٍ : كَمْ كَانَ بَيْنَ فَرَاغِهِمَا مِنْ سَحُورِهِمَا وَدُخُولِهِمَا فِي الصَّلَاةِ ؟ قَالَ : كَقَدْرِ مَا يَقْرَأُ الرَّجُلُ خَمْسِينَ آيَةً.


Dari Anas bin Malik, bahwa Nabi SAW dan Zaid bin Tsabit makan sahur bersama. Setelah keduanya selesai makan sahur, beliau lalu bangkit melaksanakan shalat.” Kami bertanya kepada Anas, “Berapa rentang waktu antara selesainya makan sahur hingga keduanya melaksanakan salat?” Anas bin Malik menjawab, “Kira-kira waktu seseorang membaca lima puluh ayat.” (HR Bukhari no 542)

Berdasarkan hadits di atas, waktu antara selesainya sahur dan shalat subuh adalah 50 ayat. Karenanya, ulama di Indonesia memperkirakan bahwa pembacaan 50 ayat sekitar 10 menit.

Lebih jauh, Imam Al-Mawardi di dalam karyanya al-Iqna’ berpendapat:


وزمان الصّيام من طُلُوع الْفجْر الثَّانِي إِلَى غرُوب الشَّمْس لَكِن عَلَيْهِ تَقْدِيم الامساك يَسِيرا قبل طُلُوع الْفجْر وَتَأْخِير (الْفطر) يَسِيرا بعد غرُوب الشَّمْس ليصير مُسْتَوْفيا لامساكمَا بَينهمَا

“Waktu berpuasa adalah dari terbitnya fajar (saat waktu shalat Subuh) sampai tenggelamnya matahari. Akan tetapi, lebih baik bila orang yang berpuasa menahan diri dari yang membatalkan puasa (imsak) sedikit lebih awal sebelum terbitnya fajar dan menunda berbuka sejenak setelah tenggelamnya matahari agar ia menyempurnakan imsak keduanya.” (Lihat Ali bin Muhammad Al-Mawardi, Al-Iqna’, hlm 74)

Jadi, waktu dimulainya puasa bukan dari waktu imsak (10 menit sebelum adzan subuh) melainkan dari terbitnya fajar alias saat adzan subuh mulai berkumandang.

Namun, akan lebih baik bila kita menahan diri beberapa saat lebih awal sebelum adzan subuh seperti yang dipraktikkan Nabi SAW pada hadits di atas. Dengan demikian, tradisi imsak di Indonesia pada dasarnya memiliki tuntunan syariat dari sunnah Nabi Muhammad SAW dan argumentasi para ulama terdahulu. (Ilham Fikri, ed: Nashih).