
Polemik Vasektomi Jadi Syarat Bansos, Apa Hukumnya Menurut Islam? Ini Penjelasan MUI
01/05/2025 12:31 ADMINFoto: freepik
JAKARTA, MUI.OR.ID– Gagasan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, untuk menjadikan vasektomi sebagai syarat penerimaan bantuan sosial (bansos) menuai polemik. Apa sebenarnya hukum vasektomi itu sendiri menurut hukum Islam?
Komisi Fatwa MUI menyatakan bahwa vasektomi haram jika dilakukan untuk tujuan pemandulan permanen. Ketua MUI Bidang Fatwa, Prof KH Asrorun Ni'am Sholeh menyampaikan hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia IV yang berlangsung di Pesantren Cipasung, Tasikmalaya, Jawa Barat pada 2012.
“Kondisi saat ini, vasektomi haram kecuali ada alasan syar’i seperti sakit dan sejenisnya,” ungkap Guru Besar UIN Jakarta itu saat dihubungi MUIDigital, Kamis (1/4/2025).
Dia menyampaikan, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan hukum vasektomi adalah haram, kecuali dalam kondisi tertentu yang memenuhi lima syarat ketat, sesuai hasil Ijtima Ulama tersebut.
Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI, KH Abdul Muiz Ali, menambahkan bahwa di dalam forum tersebut para fakih Islam mengambil keputusan berdasarkan pada pertimbangan syariat Islam, perkembangan medis, serta kaidah-kaidah ushul fikih terkait metode kontrasepsi yang dikenal sebagai medis operasi pria (MOP).
"Vasektomi secara prinsip adalah tindakan yang mengarah pada pemandulan, dan dalam pandangan syariat, hal itu dilarang. Namun, dengan perkembangan teknologi yang memungkinkan rekanalisasi (penyambungan kembali saluran sperma) maka hukum bisa menjadi berbeda dengan syarat-syarat tertentu," kata ulama yang akrab disapa Kiai AMA tersebut, Rabu (30/4/2025).
Kelima syarat itu yang pertama adalah vasektomi dilakukan untuk tujuan yang tidak menyalahi syariat Islam. Kedua, vasektomi tidak menyebabkan kemandulan permanen.
“Ketiga, ada jaminan medis bahwa rekanalisasi bisa dilakukan dan fungsi reproduksi pulih seperti semula. Keempat, tidak menimbulkan mudharat bagi pelakunya. Kelima, vasektomi tidak dimasukkan ke dalam program kontrasepsi mantap,” ujar dia.
Kiai AMA menegaskan hukum keharaman vasektomi tetap berlaku hingga kini. Sebab, rekanalisasi tidak 100 persen menjamin kembali normalnya saluran sperma.
"Karena hingga hari ini rekanalisasi masih susah dan tidak menjamin pengembalian fungsi seperti semula," tegasnya.
Meski begitu, Kiai AMA mengakui perkembangan teknologi medis yang memungkinkan terjadinya rekanalisasi. Akan tetapi, tingkat keberhasilan operasi tersebut tetap bergantung pada banyak faktor, sehingga tidak menjamin kesuburan kembali seperti semula.
Apalagi, Kiai AMA menerangkan rekanalisasi membutuhkan biaya yang jauh lebih mahal daripada vasektomi. Oleh karena itu, MUI meminta kepada pemerintah agar tidak mengkampanyekan vasektomi secara terbuka dan massal.
"Pemerintah harus transparan dan objektif dalam sosialisasikan vasektomi, termasuk menjelaskan biaya rekanalisasi yang mahal dan potensi kegagalannya," tegasnya.
MUI juga menekankan pentingnya edukasi kepada masyarakat untuk membangun keluarga yang bertanggung jawab, sehat, dan unggul, serta tidak melupakan tugas menyiapkan generasi penerus bangsa.
Kiai AMA menegaskan penggunaan alat kontrasepsi harus bertujuan untuk mengatur keturunan (tanzhim al-nasl), bukan untuk membatasi secara permanen (al-nasl), apalagi sebagai dalih gaya hidup bebas yang menyimpang dari ajaran agama. (Sadam/Azhar)
Tags: dzulqadah, keutamaan dzulqadah, zulqaidah, keutamaan zulqaida, amalan zulqaidah, majelis ulama Indonesia, vasektomi, vasektomi syarat bansos, bansor jabar, syarat bansos jabar, dedi mulyadi, majelis ulama indonesia, hukum vasektomi, Dzulqadah, dzulqadah, keutamaan dzulqadah, zulqaidah, keutamaan zulqaida, amalan zulqaidah, majelis ulama Indonesia, vasektomi, vasektomi syarat bansos, bansor jabar, syarat bansos jabar, dedi mulyadi, majelis ulama indonesia, hukum vasektomi