Di Standardisasi Dai Angkatan ke-33, Habib Nabiel: Persatuan adalah Kekayaan
26/08/2024 21:14 ADMINJAKARTA, MUI.OR.ID— Wakil Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Habib Nabiel Al Musawa mengingatkan kepada para dai bahwa perbedaan adalah kekayaan untuk saling belajar dan melengkapi.
Habib Nabiel menerangkan, perbedaan merupakan tanda dari kebesaran Allah SWT. Untuk itu, Habib Nabiel mengingatkan bahwa adanya perbedaan bukan untuk saling menghancurkan.
"Perbedaan adalah kekayaan untuk saling belajar dan melengkapi. Bukan menghancurkan satu sama lain," katanya dalam Standardisasi Dai Angkatan ke-33 MUI di Wisma Mandiri, Jakarta Pusat, Senin (26/8/2024).
Habib Nabiel menyampaikan, MUI memiliki lebih dari 87 ormas Islam dengan masing-masing mazhab dan manhajnya. Namun, mereka bisa bersatu untuk Islam.
"Kami semua bersatu untuk Islam. Urusan mazhab kita saling menghormati, urusan manhaj kita saling menghormati. Yang penting ahlusunnah wal jama'ah," ungkapnya.
Lebih lanjut, Pembina Majelis Rasulullah SAW ini menukilkan pernyataan Imam Al Qurthubi yang menyebut perbedaan dan kemajemukan dalam syariah hal yang tidak bisa tidak.
"Artinya, tidak bisa satu manhaj dan satu mazjab saja. Jadi ada alasan wujudnya makhluk, supaya kita berbeda-beda," tuturnya.
Habib Nabiel menekankan, tujuan lain dari adanya perbedaan adalah untuk berlomba-lomba untuk berbuat kebaikan. Untuk itu, Habib Nabiel berpesan kepada dai untuk bisa lebih menghormati perbedaan.
"(Serta) menyampaikan kepada masyarakat bahwa bersatu lebih penting dibanding perbedaan-perbedaan seperti itu," ungkapnya.
Sementara itu, Ketua Komisi Dakwah MUI KH Ahmad Zubaidi, mengapresiasi para dai dalam minat dan semangatnya mengikuti kegiatan ini. Menurutnya, kesadaran para dai dengan mengikuti kegiatan ini harus diteguhkan.
Sebab, para dai merupakan narasumber yang menjadi sumber ilmu dalam berbagai kesempatan seperti berceramah dan berkhutbah.
Oleh karena itu, Kiai Zubaidi menekankan kepada para dai untuk memberikan tema dakwah sesuai yang dibutuhkan oleh masyarakat.
"Dengan berkembangnya (zaman) dan dinamika di masyarakat, ini adalah tuntutan yang berat bagi para dai. Seharusnya ilmunya harus lebih tinggi dibanding makmumnya," katanya.
Menurutnya, dai harus meningkatkan keilmuannya agar ada ide-ide, metode-metode, dan topik-topik yang baru untuk disampaikan kepada umat.
"Kalau tidak dichas tidak ada ide-ide baru lagi, topik-topik baru lagi, dan metode-metode baru lagi. Khatib ini kalau ada khutbah di masjid a dan b, saya yakin kalau bulannya masih sama, temanya masih sama. Saya tidak bilang ini jelek, asalkan tempatnya berbeda karena makmumnya berbeda," ungkapnya. (Sadam, ed: Nashih)
Tags: dakwah, dakwah islam, islam indonesia, umat islam, ukhuwah, amar makruf nahi mungkar, Standardisasi dai, komisi dakwah, MUI, majelis ulama indonesia, habib Nabiel, majelis rasulullah, perbedaan