
5 Hal Penting bagi Jamaah Haji Perempuan Saat Wukuf di Arafah
25/05/2025 18:58 ADMINOleh: Muhammad Fakhruddin, Jurnalis MUIDigital dari Jeddah, Arab Saudi
JEDDAH, MUI.OR.ID - Wukuf di Arafah adalah momen paling sakral dalam ibadah haji. Di sinilah para jamaah berkumpul, bermunajat, dan memperbanyak doa sebagai puncak dari seluruh rangkaian manasik. Namun bagi jamaah perempuan, ada sejumlah hal khusus yang perlu diperhatikan agar ibadah tetap sah dan terasa nyaman.
Musytasyar dini yang tergabung dalam Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi, Nyai Hj Badriyah Fayumi, menyampaikan bahwa haji adalah bentuk jihad bagi perempuan. “Perempuan yang berhaji telah melakukan pengorbanan besar—meninggalkan keluarga, rutinitas harian, dan menempuh perjalanan panjang demi memenuhi panggilan Ilahi,” ujarnya, Sabtu (24/5/2025).
Menjelang wukuf, Nyai Badriyah mengingatkan jamaah perempuan untuk memperhatikan lima hal penting berikut ini:
1. Haid Bukan Halangan untuk Wukuf
Banyak perempuan yang bertanya: apakah haid membuat mereka tak bisa ikut wukuf? Jawabannya, tidak. “Perempuan yang sedang haid tetap bisa melaksanakan wukuf. Yang tidak bisa dilakukan hanya tawaf, itu pun bisa dilakukan setelah suci,” terang Nyai Badriyah.
Kalau haid datang saat baru tiba di Makkah dan waktu sudah mendekati wukuf, jamaah bisa mengubah niat haji dari tamattu’ menjadi qiran. Dengan begitu, mereka tetap bisa ikut wukuf tanpa harus tergesa menyelesaikan umrah lebih dulu. “Niatkan haji qiran, ikuti wukuf, lalu lanjutkan rangkaian ibadah. Umrah bisa dilakukan setelah suci,” tambahnya.
2. Antisipasi dengan Pembalut atau Pampers
Selama wukuf, antrean di toilet biasanya sangat panjang. Untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan, Badriyah menyarankan jamaah perempuan mengenakan pembalut atau pampers. “Ini bukan soal kenyamanan semata, tapi juga menjaga kesucian pakaian ihram. Setelah ada kesempatan, barulah bersuci dan mengganti,” jelasnya.
3. Masker dan Aurat Saat Ihram
Secara fikih, perempuan tidak diperkenankan menutup wajah dan telapak tangan saat ihram. Namun dalam kondisi tertentu seperti cuaca ekstrem atau risiko penularan penyakit ISPA, penggunaan masker diperbolehkan. “Kalau demi menjaga kesehatan, itu tidak mengapa. Tapi kalau ingin lebih berhati-hati, bisa membayar fidyah dengan puasa tiga hari atau sedekah kepada enam fakir miskin,” ujarnya.
Adapun membuka jilbab di hadapan sesama perempuan saat ihram tidak termasuk pelanggaran. Namun tetap disarankan menjaga aurat selama ihram sebagai bentuk kehati-hatian dalam beribadah.
4. Hemat Tenaga, Gandakan Ibadah
Menjelang Armuzna, banyak aktivitas fisik menanti. Oleh karena itu, jamaah—khususnya perempuan—dianjurkan menyimpan tenaga. “Kita masih punya waktu dua pekan menuju Armuzna. Gunakan waktu ini untuk ibadah yang ringan tapi berpahala besar, seperti zikir, tadarus, sedekah, doa, sabar, dan pengendalian diri,” pesan Nyai Badriyah.
5. Hindari Perdebatan, Perkuat Keikhlasan
Tak jarang, perbedaan pendapat fikih menjadi bahan perdebatan di kalangan jamaah. Nyai Badriyah mengimbau agar hal ini dihindari. “Pilihlah pendapat yang paling menenangkan hati. Jangan habiskan waktu untuk memperdebatkan hal yang tidak perlu. Fokuslah pada niat dan keikhlasan,” tuturnya.
Di akhir pesannya, Nyai Badriyah mengajak jamaah perempuan untuk menjadikan wukuf sebagai titik balik spiritual. “Ketika kita lelah berjalan menuju Jamarat, niatkan sebagai langkah menuju Allah. Ketika kita melepaskan kenyamanan saat ihram, niatkan sebagai tanda cinta kepada-Nya. Semoga semua pengorbanan ini mengantarkan kita menjadi haji yang mabrur,” pungkasnya.
(Tim MCH ed: Muhammad Fakhruddin)
Tags: Jamaah Haji, Haji, Ibadah Haji, Badriyah Fayumi