Thawaf dan Kedalaman Makna Spiritual

Thawaf dan Kedalaman Makna Spiritual

01/06/2025 18:56 ADMIN

Oleh: Thobib Al Asyhar dari Makkah, Arab Saudi

MUI.OR.ID - Salah satu rangkaian utama dalam ibadah umrah dan haji adalah thawaf. Ibadah ini juga bisa dilakukan secara mandiri sebagai amalan sunnah yang sangat dianjurkan. Bisa dibilang, thawaf adalah ibadah favorit yang tak pernah lekang oleh waktu. Sepanjang Ka'bah masih tegak berdiri, thawaf akan terus dilakukan. Gerakannya adalah mengelilingi Ka'bah sebanyak tujuh kali dengan doa-doa tertentu, dimulai dari Hajar Aswad—sebuah rangkaian ibadah yang dikenalkan oleh Nabi Ibrahim.

Jika ditelusuri dalam literatur dan tradisi Islam, thawaf memiliki akar sejarah dan makna spiritual yang sangat tua. Ia terkait erat dengan rumah purba yang disebut Bait al-‘Atiq. Bahkan sebelum zaman Nabi Muhammad, thawaf telah menjadi ibadah legendaris. Ia lahir dari sejarah pembangunan Ka'bah oleh Nabi Ibrahim dan putranya, Ismail, atas perintah Allah. Setelah Ka'bah berdiri, Allah memerintahkan Nabi Ibrahim untuk menyeru manusia agar berhaji (QS. Al-Hajj: 27). Sejak itulah thawaf menjadi bagian tak terpisahkan dari ibadah di sekitar Ka'bah.

Namun dalam perjalanannya, praktik thawaf pernah menyimpang, khususnya di masa jahiliah sebelum datangnya Islam. Misalnya, thawaf dilakukan tanpa mengenakan busana atau dibarengi dengan doa-doa syirik. Penyimpangan ini jelas bertentangan dengan ajaran tauhid murni yang dibawa oleh Nabi Ibrahim, sang penganut agama hanif. Kemudian datanglah Nabi Muhammad yang diutus untuk meluruskan kembali makna dan tata cara thawaf sesuai tuntunan wahyu Ilahi.

Thawaf: Simbol Kepatuhan

Banyak orang bertanya, apa makna mendalam dari thawaf? Pemikir Muslim kenamaan, Ali Syariati, menyebut thawaf sebagai simbol kepatuhan total manusia kepada Allah. Gerakan mengelilingi Ka'bah berlawanan arah jarum jam menggambarkan kesatuan umat Islam dalam menyembah satu Tuhan. Ka'bah menjadi poros kiblat, dan thawaf merepresentasikan hidup seorang Muslim yang berpusat hanya kepada Allah.

Sebagian tokoh bahkan menyebut thawaf sebagai simbol dari fondasi semesta yang kokoh. Seperti tata surya yang terus berputar dalam keteraturan, kehidupan alam semesta ditopang oleh pusaran thawaf. Dalam perspektif sufistik, ritual thawaf bukan hanya gerakan tubuh, melainkan menyimpan makna spiritual dan kosmologis yang dalam. Ia bukan hanya ibadah fisik, tapi juga perjalanan metafisik.

Bagi para sufi, thawaf bukan sekadar mengelilingi bangunan batu berbentuk kubus yang diselimuti kain hitam bertuliskan ayat suci. Ia adalah ritual yang melampaui ruang dan waktu (beyond). Dalam pengalaman batin para pencari Tuhan, Ka'bah diposisikan sebagai titik tengah semesta—poros bumi tempat segala arah tertuju dan semua makhluk menundukkan diri.

Thawaf ibarat paku yang menancap di tengah bumi—penopang tatanan kosmik. Ka'bah, sebagai Baitullah, secara simbolik adalah pusat gravitasi spiritual. Gerakan thawaf yang tak pernah henti menciptakan denyut kosmis yang menjaga keseimbangan kehidupan. Siang dan malam, doa-doa dilantunkan, pujian kepada Sang Pencipta terus berkumandang. Selalu ada manusia yang thawaf. Bahkan ketika pandemi sempat menghentikan thawaf, banyak yang merasa bumi kehilangan porosnya.

Para sufi berkata, “Jika Ka'bah adalah paku bumi, maka thawaf adalah getarannya. Dan selama masih ada yang thawaf, dunia ini akan tetap ada.” Ali Syariati menyebutnya sebagai unified universe—seperti elektron yang terus mengitari inti atom, atau planet yang mengelilingi matahari. Manusia yang thawaf mencerminkan hukum ilahi semesta: bergerak mengelilingi pusat-Nya.

Dalam thawaf, manusia memosisikan Allah sebagai pusat hidupnya, dan dirinya sebagai makhluk yang patuh, tunduk, dan terus berputar dalam orbit cinta-Nya. Ka'bah menjadi pusat spiritual, dan thawaf menjadi simbol harmoni semesta. [] 

Tags: haji, ibadah haji, thawaf