
Kiai Niam Apresiasi Terobosan Menteri Agama Membuat Skema Murur Sejalan dengan Fatwa MUI
03/06/2025 23:59 ADMINOleh: Muhammad Fakhruddin, Jurnalis MUIDigital dari Makkah, Arab Saudi
MAKKAH, MUI.OR.ID - Ketua MUI Bidang Fatwa Prof KH Asrorun Niam Sholeh memberikan apresiasi atas langkah Pemerintah untuk terus memperbaiki layanan manasik bagi jamaah haji Indonesia.
“Inti penyelenggaraan haji adalah terlaksananya rukun dan wajib haji bagi jamaah haji secara sempurna, dan jika mungkin juga dilengkapi fasilitasi sunnah-sunnahnya. Secara khusus untuk tahun ini ada perbaikan beberapa proses layanan manasik, salah satunya praktek mabit di Muzdalifah yang merupakan Wajib Haji, dengan cara murur yang sesuai ketentuan syariah,” ujar Kiai Niam yang juga Mustasyar Dini Misi Haji 2025 ini di MCH, Makkah, Selasa (3/6/2025).
Niam menjelaskan, ada tiga pola penggerakan jamaah haji dari Arafah menuju Muzdalifah dan Mina. Pertama, jamaah haji yang memperoleh jadwal penggerakan dari Arafah habis maghrib langsung menuju Muzdalifah, turun untuk mabit dan menunggu tengah malam hingga terpenuhinya syarat Mabit. Kedua, jamaah haji yang memperoleh jadwal dari Arafah selepas tengah malam, bus menuju Muzdalifah dan dapat melaksanakan mabit di atas bus dengan murur, yaitu mabit
“Jika sampai dengan pukul 01.00 WAS, kondisi Muzdalifah masih padat, maka jamaah reguler akan diikutkan dalam skema murur (mabit di Muzdalifah dengan melintas dan tetap berada di bus, tanpa turun),” ujarnya.
Secara fikih, terpenuhi ketentuan keagamaan mabit di Muzdalifah yang merupakan wajib Haji. “Jamaah haji yang mengikuti skema ini tidak perlu ragu tentang keabsahannya. Ini justru memudahkan,” jelas Kiai Niam.
Ketiga, bagi jamaah haji yang ada udzur syar’i, seperti sakit, lansia yang membutuhkan pendampingan khusus, petugas yang mengatur layanan jamaah, maka diberikan dispensasi (rukhshah) untuk tidak mabit di Muzdalifah, dan tidak wajib membayar dam. “Para ulama memberikan rukhshah bagi jamaah yang memiliki udzur syar’i untuk tidak mabit di Muzdalifah dan tidak wajib membayar dam. Karena itu tidak perlu juga dibuat melintas di Muzdalifah, apalagi di waktu sebelum waktu tengah malam, seolah-olah dia mabit. Tidak perlu seperti itu, karena bagi yang punya udzur memang tidak wajib. Pola sekarang adalah hasil evalusi dan perbaikan dari sebelumnya, sejalan dengan Fatwa MUI”, jelasnya.
“Saya berdoa, dan seluruh umat Islam Indonesia juga perlu mendoakan, agar proses armuzna di bawah komando Kasatop Kolonel Harun Arrasyid dapat berjalan lancar, baik ibadah maupun teknis dukungan layanannya,” kata Kiai Niam.
Dalam Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia III di Bangka Belitung 2024, ditetapkan fatwa tentang HUKUM PELAKSANAAN MABIT DI MUZDALIFAH
DENGAN CARA MURUR dengan hasil sbb;
1. Mabit di Muzdalifah adalah termasuk wajib haji.
2. Jamaah haji yang tidak mabit di Muzdalifah wajib membayar dam, sebagai denda atas kesalahan (dam isa-ah).
3. Mabit di Muzdalifah dilakukan dengan cara bermalam atau menginap di Muzadalifah dengan memperbanyak bacaan talbiyah, zikir, istigfar, berdoa, membaca Al-Qur'an dan amal ibadah lainnya, meskipun hanya sesaat saja dalam kurun waktu setelah pertengahan malam tanggal 10 Dzulhijjah.
4. Hukum jamaah haji yang mabit di Muzdalifah dengan cara hanya melintas di Muzdalifah dan melanjutkan perjalanan menuju Mina tanpa berhenti (Murur),
adalah dirinci sebagai berikut:
a. jika murur (melintas) di Muzdalifah dilakukan selepas tengah malam dengan cara melewati dan berhenti sejenak tanpa turun dari kendaraan di kawasan Muzdalifah, maka mabitnya sah.
b. jika murur (melintas) di Muzdalifah dilakukan sebelum tengah malam dan/atau berdiam di Muzadlifah namun meninggalkan muzdalifah sebelum tengah malam, maka mabitnya tidak sah dan wajib membayar dam.
5. Dalam kondisi adanya udzur syar’i, seperti keterlambatan perjalanan dari Arafah menuju Muzdalifah hingga tidak menemui waktu mabit di Muzdalifah, maka ia tidak wajib membayar dam.

Tags: haji, ibadah haji, murur, mabit, mina, haji, ibadah haji, kiai niam