Ketua MUI Dorong Pemuka Agama Berperan dalam Membangun Kesadaran Ekologis

Ketua MUI Dorong Pemuka Agama Berperan dalam Membangun Kesadaran Ekologis

13/07/2025 08:17 ADMIN

JAKARTA, MUI.OR.ID— Ketua MUI Bidang Kesehatan dan Lingkungan KH Sodikun mendorong pemuka agama berperan dalam membangun kesadaran ekologis di tengah masyarakat, mengingat adanya potensi krisis iklim di masa depan.

Hal ini disampaikannya dalam pembekalan pemuka agama yang diinisiasi oleh Interfaith Rainforest Initiative (IRI) Indonesia bersama Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam (LPLH-SDA) MUI.

"Pelestarian lingkungan adalah ibadah. Merusak hutan berarti merusak kehidupan generasi mendatang," kata dia di Aula Buya Hamka, Kantor MUI, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (12/7/2025).

Kiai Sodikun menekankan persoalan lingkungan adalah isu universal yang menyentuh seluruh aspek kehidupan manusia. Dia menegaskan, menjaga kelestarian alam sejalan dengan ajaran agama yang melarang kerusakan di bumi.

Melalui kegiatan ini, lanjutnya, MUI ingin memperkuat kapasitas pemuka agama agar mampu menjadi katalis perubahan di tingkat akar rumput yang menkankan pada aspek nilai-nilai keagamaan dan ilmu pengetahuan. "Sinergi antara ilmu pengetahuan dan nilai-nilai keagamaan akan menghasilkan solusi yang lebih holistik," tegasnya.

Sementara itu, Ketua LPLH-SDA MUI yang juga Fasilitator Nasional IRI Indonesia, Hayu Prabowo, menyampaikan tantangan kerusakan hutan tropis serta krisis iklim harus dihadapi dengan pendekatan multidimensi.

"Sains memberi kita peta jalan, data, dan teknologi. Tapi untuk benar-benar menggerakkan perubahan perilaku, kita membutuhkan suara moral yang kuat. Di sinilah peran pemuka agama dan majelis keagamaan menjadi sangat penting," ucapnya.

Menurutnya, degradasi lingkungan telah menyebabkan peningkatan bencana hidrometeorologi seperti banjir, kekeringan, longsor, dan badai. Lebih dari 95 persen bencana di Indonesia terkait langsung dengan krisis iklim yang diperparah oleh deforestasi dan degradasi hutan.

"Gerakan lintas agama ini dilakukan untuk mengembangkan konservasi berbasis kearifan lokal, memperkuat kapasitas analisis kebijakan untuk menyusun policy brief berbasis sains dan etika agama untuk kehidupan berkelanjutan," katanya.

Dalam kesempatan yang sama, Deputi Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Bidang Politik dan Hukum, Erasmus Cahyadi, menyoroti masyarakat adat di Indonesia masih terjebak dalam diskriminasi, perampasan wilayah, dan pelemahan hukum adat akibat kebijakan sektoral yang tumpang tindih serta minimnya perlindungan hukum.

Menurut dia, investasi yang masuk ke wilayah adat sering mengabaikan persetujuan masyarakat, merusak ruang hidup, memicu kriminalisasi, kerusakan lingkungan, dan hilangnya identitas budaya.

Erasmus menegaskan Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat menjadi solusi krusial untuk menegaskan hak-hak masyarakat adat sebagai hak asasi manusia.

UU ini akan memperkuat kelembagaan, menyederhanakan mekanisme pengakuan, serta mengatur hak atas tanah, lingkungan, kesehatan, pendidikan, dan pengetahuan tradisional.

"UU Masyarakat Adat harus menjadi pijakan keadilan dan pengakuan sejati bagi komunitas adat di seluruh Indonesia," katanya. (Sadam, ed: Nashih)


Tags: hutan adat, masyarakat adat, lingkungan, pelestarian lingkungan, majelis ulama indonesia, mui