
Santri Duta Perdamaian
19/10/2023 19:42 JUNAIDI
Oleh: Prof Dr H A Kumedi Ja’far SAg, MH, Ketua Komisi Ukhuwah Islamiyah MUI Provinsi Lampung dan Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat UIN Raden Intan
Santri adalah seseorang yang menekuni pendidikan agama Islam, atau dengan kata lain santri bisa diartikan sebagai pribadi-pribadi yang menggeluti ilmu-ilmu agama Islam sehingga santri tidak mesti seseorang yang belajar agama di pondok pesantren, tetapi semua orang yang mempelajari ilmu agama Islam tentunya bisa disebut sebagai santri. Dengan demikian berarti kita merupakan bagian dari keluarga santri, sebab kita juga bagian pribadi-pribadi yang mendalami ilmu-ilmu agama Islam.
Santri merupakan duta perdamaian yang senantiasa menebarkan kebaikan, santri merupakan garda persatuan yang senantiasa menjaga keutuhan, santri merupakan kunci kesuksesan yang senantiasa menghargai perbedaan, dan santri juga merupakan penyokong bagi kemerdekaan bangsa Indonesia.
Untuk itu tidaklah berlebihan apabila pemerintah menetapkan hari santri sebagai hari nasional, hal ini sebagaimana berdasarkan keputusan Presiden No. 22 Tahun 2015 yang diperingati setiap tanggal 22 Oktober sejalan dengan tercetusnya resolusi jihad oleh KH. Hasyim Asy’ari pada tanggal 22 Oktober 1945.
Mengapa Pesiden Jokowi menetapkan hari santri sebagai hari nasional? Tentunya hal ini sebagai wujud pemberian penghargaan sekaligus pengakuan pemerintah terhadap perjuangan santri dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia.
Lantas apa yang bisa kita lakukan dalam menyambut dan mengisi hari santri nasional? Tentunya dengan senantiasa meneladani akan sifat-sifatnya, dalam hal ini sebagaimana terhimpun dalam kata SANTRI itu sendiri. Pertama, Saatirun Anil Uyuub. Yaitu penutup dari aib/kesalahan. Ini artinya bahwa sebagai bagian dari keluarga santri kita harus mampu menutupi aib/kesalahan orang lain, bukan sebaliknya malah membuka-buka aib/kesalahan orang lain, apalagi mencari-cari aib/kesalahan orang lain.
Ingat sabda Rasulullah SAW bahwa salah satu yang dapat merusak bahkan menghancurkan perbuatan seseorang adalah orang yang sibuk mencari aib/kesalahan orang lain. Untuk itu jangan pernah menyalahkan orang lain, membuka aib orang lain, apalagi mencari-cari aib/kesalahan orang lain. Karena yang demikian itu bukan saja dapat merusak amal kebaikan seseorang, melainkan juga dapat merusak ukhuwwah Islamiyah di antara kita.
Kedua, Naaibun Anil Ulama. Yaitu pengganti para ulama, ini artinya bahwa sebagai bagian dari keluarga santri kita harus senantiasa mencontoh para ulama, mengikuti jejak para ulama, serta menjaga dan meneruskan perjuangan para alama, yakni dengan senantiasa menggelorakan amar nahi munkar, yaitu dengan senantiasa mengajak kepada kebaikan dan mencegah kepada kemungkaran.
Ingat bahwa al-ulama warasatul anbiya’, ulama itu merupakan pewaris para nabi. Dalam firman Allah SW juga dijelaskan bahwa dan hendaklah ada segolongan di antara kalian umat yang mengajak kepada yang ma’ruf dan mencegah kepada yang munkar. Ini artinya bahwa kita mempunyai kewajiban untuk senantiasa mengajak kepada yang baik dan mencegah dari yang munkar.
Ketiga, taaibun minadzdzunuub, yaitu bertobat dari dosa/kesalahan. Ini artinya bahwa sebagai bagian dari keluarga santri, kita harus pandai bertaubat manakala melakukan suatu kesalahan/dosa. Jangan pernah kita menganggap bahwa diri kita yang paling benar, paling sempurna dan tidak pernah merasa berbuat salah/dosa, tetapi kita harus sadar bahwa manusia itu tidak akan pernah luput dari kesalahan dan dosa.
Hal ini sebagaimana hadits Rasulullah SAW: “Al-insaanu mahaalul khotho’ wannisyaan”(manusia itu tempat salah dan lupa). Maka ketika kita melakukan suatu kesalahan/dosa, maka segera mungkin kita bertobat/memohon ampun. Ingat Allah SWT berfirman dalam surat Ali Imran ayat 135:
وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَىٰ مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ
“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.”
Keempat, raaghibun ilaa hidayatinnaas. Yaitu senang memberikan bimbingan/petunjuk kepada sesama manusia, ini artinya bahwa sebagai bagian dari keluarga santri, tentunya kita harus senantiasa senang berbuat baik terhadap sesama manusia meskipun hanya dalam bentuk memberikan bimbingan/petunjuk, sehingga kita harus berusaha untuk selalu bermanfaat untuk orang lain.
Ingat Sabda Rasulullah SAW yang berbunyi: “Khoirunnaas anfa’ahum linnaas“ Sebaik-baik di antara kalian (manusia) adalah yang bermanfaat untuk orang (manusia) lain. Dengan demikian jelas bahwa kita harus selalu berusaha untuk dapat memberikan manfaat untuk orang lain, jangan sebaliknya menjadi beban orang lain, apalagi menjadi musuh bagi orang lain.
Mudah-mudahan kita betul-betul menjadi santri yang sejati yang akan senantiasa menjaga dan menutupi aib/kesalahan orang lain, mencontoh dan meneruskan perjuangan para ulama, memaafkan kesalahan orang lain, serta dapat memberikan petunjuk dan manfaat untuk orang lain sehingga hubungan persaudaraan di antara kita akan tetap terjaga, kedamaian dan kebahagiaan pun dapat terwujud dengan baik. Wallahu alam Bishawab.
TAGING: hari santri, peringatan hari santri, makna santri, hari santri 2023, siapa santri, peran antri, kiprah santri
Tags: hari santri, hari santri 2023