PERTANYAAN
Penanya: AFRIZAL ALFAN MAULANA
Saya benar2 sangat ingin menjadi atlet, begitu pula anak2 saya. Meskipun penghasilannya bahkan banyak org bilang haram, tp saya sangat ingin membanggakan indonesia. Apabila meskipun saya dianggap salah, penghasilan saya dianggap haram, dianggap penuh dosa, kemudian saya solat tobat setiap hari, artinya gugur pula dosa2 saya sblmnya? Saya tida setuju atlet dikatakan haram, yg saya yakini islam ingin umatnya kearah kemajuan, termasuk dlm hal berprestasi olahraga
JAWABAN
Penjawab: KH. Romli
Penanya: AFRIZAL ALFAN MAULANA
Saya benar2 sangat ingin menjadi atlet, begitu pula anak2 saya. Meskipun penghasilannya bahkan banyak org bilang haram, tp saya sangat ingin membanggakan indonesia. Apabila meskipun saya dianggap salah, penghasilan saya dianggap haram, dianggap penuh dosa, kemudian saya solat tobat setiap hari, artinya gugur pula dosa2 saya sblmnya? Saya tida setuju atlet dikatakan haram, yg saya yakini islam ingin umatnya kearah kemajuan, termasuk dlm hal berprestasi olahraga
JAWABAN
Penjawab: KH. Romli
Wa’alaikumsalam Wr. Wb.
Terima kasih kepada penanya budiman, Sahabat Afrizal Alfan Maulana dari Kota Depok. Semoga diberkahi Allah SWT. Sebagaimana pertanyaan yang disampaikan, maka dengan ini kami menjawab:
Sahabat Afrizal Alfan Maulana yang dirahmati Allah. Perlu kami sampaikan, bahwa dalam perspektif Islam, olahraga merupakan aktivitas positif yang berguna bagi kesehatan tubuh. Karena Islam menunjung tinggi kekuatan dan kesehatan yang menjadi sarana beribadah kepada Allah. Olahraga yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam harus dihindari, yaitu jika menimbulkan kerugian bagi diri sendiri maupun orang lain. Dengan sehatnya tubuh, terpancar pula aura positif dan pikiran yang bersih. Dalam sebuah peribahasa Latin disebutkan “mens sana in corpore sano” atau dalam bahasa Arab :
"اَلْعَقْلُ السَّلِيْمُ فِى الْجِسْمِ السَّلِيْمِ “ artinya “di dalam tubuh yang kuat terdapat jiwa yang sehat.”
Dengan sering berolahraga, kita akan menjadi kuat. Islam sangat menjunjung tinggi kekuatan. Allah berfirman :
قَالَ اِنَّ اللّٰهَ اصْطَفٰىهُ عَلَيْكُمْ وَزَادَهٗ بَسْطَةً فِى الْعِلْمِ وَالْجِسْمِۗ
“(Nabi mereka) berkata, “Sesungguhnya Allah telah memilihnya menjadi rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa.” (QS. al-Baqarah: 247).
Allah SWT juga berfirman:
قَالَتْ اِحْدٰىهُمَا يٰٓاَبَتِ اسْتَأْجِرْهُۖ اِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الْاَمِيْنُ
“Karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat fisiknya lagi dapat dipercaya.” (QS. al-Qashash: 26)
Nabi juga pernah bersabda:
الْمُؤْمِنُ الْقَوِىُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ
”Mukmin yang kuat lebih baik dan dicintai Allah daripada mukmin yang lemah.” (HR. Muslim)
Dalam agama islam tidak ada larangan untuk menjadi atlet bahkan banyak anjuran berolahraga seperti berkuda (Furusiyyah), memanah (al-ramayah), gulat (Mushara’ah), lari, menombak atau lempar lembing, berenang (Sibahah) dan masih banyak yang lain. Jadi olahraga itu menjadi aktivitas yang baik, tidak laik apabila diisi dengan hal-hal yang dilarang syariat, misalnya tabarruj, buka-bukaan aurat, campur laki-laki dan perempuan, perjudian, meninggalkan kewajiban, mengandung unsur bahaya besar, atau menimbulkan kemudharatan, dan hal-hal haram lainnya, maka hal itu mutlak harus dihindari. Dengan begitu, olahraga yang mulanya mubah beralih menjadi haram. Jadi tidak semuanya jenis olah raga itu adalah haram. Sedangkan penghasilan atlet dari olah raga yang tidak bertentangan dari syari’at, maka hukumnya halal, dan masuk kategori akad Ijarah.
Di kalangan ulama, ada tiga pendapat tentang hal ini.
Pertama, hukum asal dari permainan dan hiburan ialah haram kecuali ada dalil yang melegalkannya atau untuk tujuan jihad dan perang. Ini adalah pendapat Hanafiyah. Walau ada yang menjelaskan bahwa yang dimaksud ialah makruh tahrim, namun maksudnya sama. Pendapat ini juga didukung Imam Qarafi, Imam Khothobi, Ibnu Hajar al-Haitsami, dan Imam Baghawi. (Badai’us Shonai’, VI, 206)
Kedua, berpendapat bahwa hukum asal dari permainan dan hiburan ialah ibahah (boleh). Yang berpendapat demikian di antaranya adalah Imam Izzuddin bin Abdussalam, namun dengan syarat sederhana dan tidak berlebih-lebihan yang menentang syariat Allah. Ibnu Taimiyah memberi syarat permainan ini harus ada maslahatnya dan tidak mengandung bahaya. Dr. Yusuf al-Qardlawi juga demikian tidak membolehkan permainan yang dibarengi dengan keharaman. (Qawaidul Ahkam fi Mashalihil Anam, II, 205; al-Fatawa al-Kubra, V, 415; al-Halal wal Haram fil Islam, 278-281)
Ketiga, pendapat yang menganggap bahwa hukum asli permainan dan hiburan ialah makruh, bahkan jika dibarengi dengan berlebih-lebihan, tidak manfaat, dan faedah secara syara’. Ini kecuali aktivitas yang khusus untuk jihad. Karena latihan untuk berjihad dan memerangi musuh tidak termasuk permainan. Yang berpendapat ini adalah Imam Malik, al-Khathab, al-Kharasyi, Imam Syafi’i, al-Mawardi, dan Ibnu Aqil. (Ahkamul Qur’an, III, 1052; al-Umm, VIII, 190)
Demikian jawaban yang dapat kami sampaikan. Semoga bermanfaat.
Wallau’alam bishowab