PERTANYAAN
Penanya: AIMMATUS
Assalamualaikum WR. WB. izinkan saya bertanya mengenai masalah iddah belum lama ini ayah saya meninggal dunia, sehingga menjadikan ibu saya janda dan menjalani iddah. ibu saya profesi sebagai guru ngaji niat ibu saya ingin mengajukan cuti selama masa iddah akan tetapi tidak diperbolehkan oleh pihak sekolah. posisi ibu saya juga masih memiliki anak-anak kecil apakah ibu saya boleh tetap bekerja selama masa iddah tersebut? wassalamualaikum WR. WB.

JAWABAN
Penjawab: KH. Romli
Wa’alaikumsalam Wr.Wb

Terima kasih atas pertanyaan yang disampaikan AIMATUS dari Sidoarjo Jawa Timur. Semoga diberkahi Allah Swt. 

Terlebih dahulu kami mengucapkan apresiasi terhadap apa yang sudah dikerjakan oleh ibu saudari, sebagai profesi guru ngaji. Karena guru ngaji sebuah pekerjaan yang sangat mulia. 

Perlu saudari ketahui bahwa wanita Karier yang dalam masa ‘iddah atas kematian suami adalah diperbolehkan melaksanakan pekerjaan seperti biasanya karena seorang wanita karier, boleh keluar rumah pada masa ‘iddah dengan alasan hajat. Yaitu dibolehkan bagi wanita tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan menghidupi kebutuhan anaknya sepanjang pekerjaan itu sebagai pekerjaan rutin yang biasa dilakukan setiap harinya. Karena jika wanita karier tidak melakukan pekerjaannya bisa mengakibatkan kehilangan pekerjaan dan menjadi madhorot yang lebih besar. Keluar rumah diperbolehkan, tentuanya ada batasan-batasan seperti jangan bersolek dan berhias diri yang berlebihan yang mana perbuatan itu tidak diperbolehkan.

Hal ini bisa dilihat dalam kitab Fiqhul Islam wa Adilatuhu karya Wahbah Az-Zuhaili beliau menyampaiakan:
 ولم يجز الشافعية للمعتدة مطلقا، سواء أكانت رجعية أم مبتوتة أم متوفى عنها زوجها، الخروج من موضع العدة إلا لعذر

Madzhab Syafi’iy tidak memboleh istri yang menjalani masa ‘iddah untuk keluar rumah secara muthlaq, tanpa memperdulikan apakah talak raj’I ataupun talak ba’in ataupun yang suaminya meninggal duni. Maka tidak boleh baginya keluar dari tempat ‘iddah kecuali ada alas an (‘udzur)

(Wahbah Az-Zuhaili, Fiqhul Islam Wa Adilatuhu, Juz VII, Berut: Daarul Fikr, 1985, h.656) 

Juga senada dengan keterangan di dalam kitab Bujairimi ‘ala akhatib, Juz 4 bahwa syaikh Sulaiman al-Bujairimi menyampaikan:
(الا لحاجة) اي فيجوز الخروج فى عدّة وفاة
“Kecuali dengan hajat, maka boleh bagi seorang istri keluar rumah dalam masa ‘iddah kerena kematian”

Wanita karier yang sedang melaksanakan masa ‘Iddah atas kematian suami hukumnya boleh keluar rumah untuk tetap mengerjakan pekerjaannya karena dianggap sebagai hajat. Apalagi ibu saudari sebagai guru ngaji. Kebolehan ini berdasarkan kaidah fiqh:
ألحاجة تنزل منزلة الضرورة
“Hajat diposisikan sebagaimana dhorurot”
 
الضرورة تبيح المحظورات
“Kondisi dhorurat mebolehkan sesuatu yang dilarang”.

Walhasil pekerjaan wanita karier --terlebih ibu saudari sebagai guru ngaji-- yang dalam masa ‘Iddah kematian suami adalah dianggap hajat seperti halnya dhorurat yang harus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Karena perempuan yang ditinggal mati suaminya dia tidak memperoleh nafkah. Oleh karena itu diperbolehkan keluar rumah untuk memenuhi hajat hidupnya terlebih jika memiliki anak yang merupakan tanggungjawab untuk memenuhi kebutuhan hidup si anak.


Demikian yang dapat kami sampaikan. Semoga bermanfaat.

Wallahu’alam bishowab