PERTANYAAN
Penanya: RIFKI MUDARRIS
Assalamualaikum ustadz khatib jumat dan imam berbeda apakah boleh ?
JAWABAN
Penjawab: KH. Romli
Wa’alaikumsalam Wr.Wb
Penanya: RIFKI MUDARRIS
Assalamualaikum ustadz khatib jumat dan imam berbeda apakah boleh ?
JAWABAN
Penjawab: KH. Romli
Wa’alaikumsalam Wr.Wb
Terima kasih atas pertanyaan yang disampaikan Rifki Mudarris dari Bandung. Semoga diberkahi Allah Swt.
Sebagaimana kita maklumi, bahwa di beberapa daerah terjadi seorang khatib (orang yang melakukan khutbah) Jumat sekaligus bertindak sebagai imam Jumat. Lain halnya di tempat lain, yaitu orang yang menjadi imam Jumat justru bukanlah orang yang menjadi khatib.
Dalam beberapa literatur fiqh, bahwa disunahkan seorang khatib (orang yang melakukan khutbah) Jumat sekaligus bertindak sebagai imam Jumat. Hal itu didasarkan kepada hadis Nabi Muhammad Saw: dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan,
إِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ يَوْمَ الجُمُعَةِ: أَنْصِتْ، وَالإِمَامُ يَخْطُبُ، فَقَدْ لَغَوْتَ
“Apabila engkau berkata kepada temanmu pada hari jumat: ‘Diamlah’, padahal imam sedang berkhutbah, berarti engkau telah melakukan hal sia-sia.” (HR. Bukhari).
Dalam hadis lain dari jabir bin Abdillah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ، وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ، فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ، وَلْيَتَجَوَّزْ فِيهِمَا
"Apabila kalian datang ke masjid pada hari jumat, sementara imam sedang berkhutbah, lakukanlah shalat tahiyatul masjid. Namun jangan terlalu lama.”(HR. Muslim).
Dalam hadis tersebut terdapat kata “وَالإِمَامُ يَخْطُبُ “ketika imam sedang berkhutbah.” Jadi hadis ini menunjukan bahwa yang berkhutbah itu adalah imam. Dengan kata lain khatib dan imam adalah orang sama.
Kemudian bolehkah imam Jumat bukanlah orang yang menjadi khatib ?
jawabannya adalah ulama fiqh berbeda pendapat dalam hal ini. Imam Abu Hanifah berpendapat boleh bila karena ada uzur. Imam Malik berpendapat tidak boleh mengimami shalat Jumat kecuali orang yang berkhutbah. Imam Syafi’i punya dua pendapat. Dan pendapat yang shahih adalah boleh. Sementara dari Imam Ahmad terdapat dua riwayat; ada yang membolehkan dan tidak membolehkan. sebagaimana keterangan :
وَاخْتَلَفُوا هَلْ يَجُوزُ أَنْ يَكُونَ الْمُصَلِّي غَيْرَ الْخَاطِبِ؟ فَقَالَ أَبُو حَنِيفَةَ: يَجُوزُ لِعُذْرِ. وَقَالَ مَالِكُ: لَا يُصَلِّي إِلَّا مَنْ خَطَبَ. وَلِلشَّافِعِيِّ قَوْلَانِ، اَلصَّحِيحُ الْجَوَازُ. وَعَنْ أَحْمَدَ رِوَايَتَانِ
(Lihat Muhammad bin Abdirrahman Ad-Dimasyqi As-Syafi’i, Rahmatul Ummah fi Ikhtilafil Aimmah, [Beirut, Darul Kutub Al-‘Ilmiyyah: tanpa keterangan tahun], juz halaman 50).
Hal yang sama dalam madzhab syafi’i dijelaskan oleh Imam Syamsuddin Ar-Ramli tidak ada keharusan seorang khotib sekaligus menjadi imam. Hal itu tersirat ketika beliau menjelaskan kesunnahan khatib untuk segera menuju ke mihrab (tempat Imam) setelah selesai khutbah bersamaan dengan muazin mengumandangkan iqamah, beliau mengatakan :
لَوْ كَانَ الْإِمَامُ غَيْرَ الْخَطِيبِ وَهُوَ بَعِيدٌ عَنِ الْمِحْرَابِ أَوْ بَطِيءَ النَّهْضَةِ سُنَّ لَهُ الْقِيَامُ بِقَدْرٍ يَبْلُغُ بِهِ الْمِحْرَابَ، وَإِنْ فَاتَتْهُ سُنَّةُ تَأَخُّرِ الْقِيَامِ إلَى فَرَاغِ الْإِقَامَةِ
“Andaikan imamnya bukan orang yang berkhutbah sementara posisinya jauh dari mihrab, atau ia orang yang lambat bangunnya, maka disunnahkan berdiri dahulu dengan ukuran waktu yang dengannya ia mampu mencapai mihrab, meskipun kehilangan kesunnahan menunda berdiri sampai muazin selesai dari iqamahnya”.
(Lihat Muhammad bin Abil Abbas Al-Manufi al-Mishri, Nihayatul Muhtaj ila Syarhil Minhaj, juz II, hal.327)
Demikian jawaban yang dapat kami sampaikan. Semoga bermanfaat.
Wallahu’alam bishowaab