PERTANYAAN
Penanya: Sari Nurlatifah
Assalamu'alaikum Wr. Wb Saya saat ini memiliki kewajiban pinjaman di Bank Mandiri dalam bentuk Kredit Serbaguna Mandiri (KSM) dengan jumlah yang cukup besar (sekitar Rp600 juta) dan tenor 8 tahun. Skema pembayaran dilakukan secara autodebet dari gaji bulanan saya, karena sistem payroll perusahaan tempat saya bekerja terintegrasi dengan Bank Mandiri. Namun belakangan ini saya baru menyadari bahwa akad dalam pinjaman tersebut mengandung unsur riba (bunga dan denda) yang secara tegas dilarang dalam ajaran Islam. Sebagai seorang Muslim, hal ini menimbulkan keresahan dan beban moral yang besar bagi saya karena khawatir terjerumus dalam transaksi yang tidak sesuai syariah. Sehubungan dengan hal tersebut, saya memohon arahan dan petunjuk dari Komisi Fatwa MUI mengenai: 1. Bagaimana pandangan syariah atas pinjaman berbunga (riba) yang telah terlanjur terjadi, dan apakah saya wajib tetap melunasi bunga dan dendanya? 2. Apakah sah menurut syariah jika saya hanya ingin melunasi pokok pinjaman saja dan menolak bunga serta dendanya? 3. Apa langkah syar’i yang harus saya tempuh sebagai bentuk taubat dan penyelesaian muamalah yang sesuai syariah dalam kondisi ini? 4. Jika pihak bank menolak penghapusan bunga, apakah boleh saya menyelesaikan kewajiban pokoknya sambil mengajukan pelaporan ke OJK atau lembaga terkait? Namun untuk pelunasan dipercepat, mempertimbangan kondisi ekonomi saya saat ini, saya belum memiliki asset untuk dapat melunasi hutang tersebut. Saya berharap dapat memperoleh pencerahan, arahan, atau bahkan fatwa tertulis dari MUI agar saya dapat bertindak sesuai ajaran agama dan tetap bertanggung jawab secara muamalah. Demikian pertanyaan ini saya ajukan. Atas perhatian dan petunjuk dari Komisi Fatwa MUI, saya ucapkan jazakumullah khairan katsiran. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Hormat saya, Sari Nurlatifah
JAWABAN
Penjawab: Dr. Satibi Darwis, Lc
Terimakasih Bu Sari Nurlatifah atas pertanyaan yang disampaikan. Berikut jawabannya :
Penanya: Sari Nurlatifah
Assalamu'alaikum Wr. Wb Saya saat ini memiliki kewajiban pinjaman di Bank Mandiri dalam bentuk Kredit Serbaguna Mandiri (KSM) dengan jumlah yang cukup besar (sekitar Rp600 juta) dan tenor 8 tahun. Skema pembayaran dilakukan secara autodebet dari gaji bulanan saya, karena sistem payroll perusahaan tempat saya bekerja terintegrasi dengan Bank Mandiri. Namun belakangan ini saya baru menyadari bahwa akad dalam pinjaman tersebut mengandung unsur riba (bunga dan denda) yang secara tegas dilarang dalam ajaran Islam. Sebagai seorang Muslim, hal ini menimbulkan keresahan dan beban moral yang besar bagi saya karena khawatir terjerumus dalam transaksi yang tidak sesuai syariah. Sehubungan dengan hal tersebut, saya memohon arahan dan petunjuk dari Komisi Fatwa MUI mengenai: 1. Bagaimana pandangan syariah atas pinjaman berbunga (riba) yang telah terlanjur terjadi, dan apakah saya wajib tetap melunasi bunga dan dendanya? 2. Apakah sah menurut syariah jika saya hanya ingin melunasi pokok pinjaman saja dan menolak bunga serta dendanya? 3. Apa langkah syar’i yang harus saya tempuh sebagai bentuk taubat dan penyelesaian muamalah yang sesuai syariah dalam kondisi ini? 4. Jika pihak bank menolak penghapusan bunga, apakah boleh saya menyelesaikan kewajiban pokoknya sambil mengajukan pelaporan ke OJK atau lembaga terkait? Namun untuk pelunasan dipercepat, mempertimbangan kondisi ekonomi saya saat ini, saya belum memiliki asset untuk dapat melunasi hutang tersebut. Saya berharap dapat memperoleh pencerahan, arahan, atau bahkan fatwa tertulis dari MUI agar saya dapat bertindak sesuai ajaran agama dan tetap bertanggung jawab secara muamalah. Demikian pertanyaan ini saya ajukan. Atas perhatian dan petunjuk dari Komisi Fatwa MUI, saya ucapkan jazakumullah khairan katsiran. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Hormat saya, Sari Nurlatifah
JAWABAN
Penjawab: Dr. Satibi Darwis, Lc
Terimakasih Bu Sari Nurlatifah atas pertanyaan yang disampaikan. Berikut jawabannya :
- Jika sebelumnya memang tidak mengetahui bahwa pinjaman berbunga adalah riba maka langsung bertaubat, Karena Allah Maha Pengampun. Adapun kewajiban atas hutang include tambahannya harus tetap ditunaikan.. karena Nabi berpesan dalam hadisnya, “Menunda pembayaran utang oleh orang yang mampu adalah suatu kezaliman.” (HR. Al-Bukhari).
- Tidak sah.. sesuai dengan kaedah yg dikutip dari pesan Nabi, "orang Islam terikat dengan syarat dan ketentuan yg telah disepakati". Maka apa yg telah menjadi perjanjian dalam hutang piutang adalah sesuatu yg mengikat.
- Tidak melakukan kembali transaksi keuangan dengan sistem Ribawi.
- Jika ingin melaporkan kepada OJK, lebih baik memahami dulu ketentuan yg telah disepakati dalam perjanjiannya, untuk menghindari sesuatu yg tidak diinginkan terjadi.
Demikian yg bisa disampaikan.
Wa'alaikumussalam wr wb