PERTANYAAN
Penanya: AGUS HERLAMBANG AZLYADY
Assalamu'alaikum saya mau bertanya saya membeli produk dari online tapi saya cari belum ada label MUI Dan BPOM Dan saya bingung mau mengkonsumsi nya atau tidak

JAWABAN
Penjawab: Muhammad Alvi Firdausi S. Si, M.A
“Kebolehan mengkonsumsi Makanan dan Minuman Tanpa label halal?”
Label sertifikasi halal pada makanan dan minuman menjadi sengat penting bagi umat Islam. Hal ini menjadi jaminan produk yang disajikan layak dan aman untuk dikonsumsi. Label halal tersebut memberikan garansi bahwa bahan, proses, pelakunya semua telah memenuhi standart syar’i. Masyarakat muslim di Indonesia banyak menjadikan tulisan label halal ini sebagai patokan untuk menentukan makannya. Seringkali, ketidakmunculan label ini menjadikan mereka membatalkan rencana makannya. Terutama sekal, labelisasi ini sangat dibutuhkan oleh umat Islam di negara non muslim atau makanan yang dipesan bukan dari negara muslim. Kekhawatiran tersebut di dalam rangka menjaga keamanan konsep halalan toyyiban. Bagaimana jika kita menemukan makanan tanpa label halal?
Hakekatnya labelilsasi halal pada makanan dan minuman adalah dalam rangka membantu umat Islam dalam mendapatkan kenyamanan berkonsumsi dalam menggapai halal dan toyyib. Label ini dapat lebih meyakinkan umat Islam bahwa dalam bahan dan prosesnya tidak tercampur dengan sesuatu yang diharamkan. Adapun makanan dan minuman yang tidak dilabeli dengan label halal boleh dikonsumsi selama sumbernya tidak berasal dari bahan-bahan yang diharamkan seperti daging babi atau khamr. Adapun kebolehan tersebut didasarkan pada beberapa pertimbangan berikut ini.
1. Dalil
a. Alquran
Al Baqarah 168
أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
Artinya: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.”
Al A’raf 32
قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللَّهِ الَّتِي أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ قُلْ هِيَ لِلَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا خَالِصَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ كَذَلِكَ نُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
Artinya: Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezeki yang baik?" Katakanlah: "Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat”. Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui.”
b. Hadis
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ قَوْمًا قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ قَوْمًا يَأْتُونَنَا بِاللَّحْمِ لَا نَدْرِي أَذَكَرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ أَمْ لَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَمُّوا اللَّهَ عَلَيْهِ وَكُلُوهُ
Artinya; “Dari Siti Aisyah bahwa suatu kaum bertanya kepada Rasulullah:” Wahai Rasulullah, suatu kaum mendatangi kami dengan membawa daging sedangkan kami tidak mengetahui apakah daging tidak mengetahui apakah daging tersebut disembelih dengan mengucapkan basmalah atau tidak?” Rasulullah menjawab:” Ucapkan Basmallah dan makanlah.”
2. Kaidah fikih
الأَصْلُ فِي الأَشْيَاءِ الإِبَاحَةُ
     “Hukum asal segala sesuatu adalah boleh.”
3. Pendapat ulama
Ibnu Taimiyah
فَاعْلَمْ أَنَّ الْأَصْلَ فِي جَمِيعِ الْأَعْيَانِ الْمَوْجُودَةِ عَلَى اخْتِلَافِ أَصْنَافِهَا وَتَبَايُنِ أَوْصَافِهَا أَنْ تَكُونَ حَلَالًا مُطْلَقًا لِلْآدَمِيِّينَ وَأَنْ تَكُونَ طَاهِرَةً لَا يَحْرُمُ عَلَيْهِمْ مُلَابَسَتُهَا وَمُبَاشَرَتُهَا وَمُمَاسَّتُهَا وَهَذِهِ كَلِمَةٌ جَامِعَةٌ وَمَقَالَةٌ عَامَّة
Artinya “Ketauhilah bahwa Hukum asal segala sesuatu dilihat dari perbedaan tingkatan dan sifat, semuanya adalah halal bagi manusia. Juga hukum asalnya adalah suci, tidak haram untuk dikenakan, diminum, atau disentuh. Ini kaedah yang mencakup berbagai macam masalah dan kaedahnya sifatnya umum.”
Ibnu Hajar
أَنَّ كُلّ مَا يُوجَد فِي أَسْوَاق الْمُسْلِمِينَ مَحْمُول عَلَى الصِّحَّة ، وَكَذَا مَا ذَبَحَهُ أَعْرَاب الْمُسْلِمِينَ ، لِأَنَّ الْغَالِب أَنَّهُمْ عَرَفُوا التَّسْمِيَة ، وَكَذَا الْأَخِير جَزَمَ اِبْن عَبْد الْبَرّ فَقَالَ : فِيهِ أَنَّ مَا ذَبَحَهُ الْمُسْلِم يُؤْكَل وَيُحْمَل عَلَى أَنَّهُ سُمِّيَ
Artinya “segala sesuatu yang diperoleh di pasar kaum muslimin, asalnya halal. Begitu pula dengan hasil sembelihan mereka karena asalnya namanya muslim sudah paham keharusan membaca ‘bismillah’ saat menyembelih. Oleh karenanya, Ibnu ‘Abdil Abrr berkata bahwa sembelihan seorang muslim boleh dimakan dan kita berprasangka baik bahwa ia membaca bismillah ketika menyembelih.”
Syarah Muhadzab
إذا وجدنا حيوانا لا معرفة لحكمه من كتاب الله تعالي ولا سنة رسوله ولا استطابة ولا استخباث ولا غير ذلك من الاصول المعتمدة وثبت تحريمه في شرع من قبلنا فهل يستصحب تحريمه فيه قولان (الاصح) لا يستصحب وهو مقتضى كلام جمهور الاصحاب وهو مقتضى المختار عند أصحابنا في أصول الفقه فان استصحبناه فشرطه أن يثبت تحريمه في شرعهم بالكتاب أو السنة
Artinya : “Apabila kita menemukan hewan yang tidak diketahui hukumnya dari Alquran maupun hadis atau diketahui termasuk baik atau buruk atau tidak diketahui kaidahnya lainnya dan ditetapkan haram dalam hukum syariat Islam, apakah diberlakukan hukum keharamannya? Dalam masalah ini ditemukan dua pendapat. Pendapat yang paling benar adalah Hukum haram tidak dapat diberlakukan. Pendapat ini adalah menurut jumhur ulama. Jika tetap diberlakukan hukum keharamannya maka harus dipastikan keharamannya menurut hukum syariatnya menurut Alquran dan sunnah.”
 Kesimpulan:
Hukum mengkonsumsi makanan dan minuman yang tidak bersertifikasi halal adalah boleh selama makanan tersebut tidak terindikasi sebagai sesuatu yang diharamkan oleh nas. beberapa dalil otentik maupun pendapat para ulama sebagaimana disebutkan di atas menjadi dasar acuannya.
Wallahu A’lam.