
Umat Islam dan Pergiliran Kekuasaan
09/01/2024 19:57 ADMINOleh:
Yanuardi Syukur
pengurus Komisi Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional MUI
Dalam surat Ali Imran 140, Allah SWT menjelaskan sebuah hukum yang berlaku di alam semesta:
وَتِلْكَ الْأَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ وَلِيَعْلَمَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَيَتَّخِذَ مِنْكُمْ شُهَدَاءَ
"Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan diantara manusia (agar mereka mendapat pelajaran)."
Kejayaan dipergilirkan dari satu kekuasaan kepada kekuasaan yang lain. Jika kita renungkan ayat tersebut yang dikaitkan dengan berbagai peristiwa sejarah, dapatlah kita beberapa makna penting dari pergiliran kekuasaan tersebut sebagai tabiat dunia yang akan terjadi pada semua bangsa di dunia.
Pertama, pergiliran kekuasaan dapat terjadi secara natural disebabkan oleh kerapuhan kekuasaan tersebut. Manusia sebagai mikro kosmos memiliki kekuasaan bagi dirinya, dan ketika tiba masa rapuh (sakit, atau usia tua) maka perlahan kekuasaannya pun memudar.
Pada ranah yang lebih besar, yakni masyarakat, kekuasaan itu juga dipergilirkan dari satu kaum kepada kaum yang lain. Pada tingkat negara atau peradaban, pergiliran kekuasaan juga bersifat nyata.
Kejayaan umat pun berganti-ganti. Kelihatannya, faktor natural, akibat keropos internal itulah sehingga kejayaan satu umat berganti pada umat lainnya.
Kedua, pergiliran kekuasaan dapat terjadi sebab serangan dari bangsa lainnya. Sejarah manusia sejauh ini tidak pernah sepi dari serangan, invasi, atau aneksasi satu atas yang lain.
Islam hadir untuk memberikan salaam (keselamatan) kepada manusia, yakni ajakan untuk membangun perdamaian, dan perang adalah cara terakhir untuk, apa yang disebut A Hasjmy sebagai melindungi kebebasan dakwah dan menguatkan cinta perdamaian.
Serangan satu bangsa terhadap bangsa lainnya dapat disebabkan karena keinginan untuk menguasai sebanyak mungkin sumber daya. Penguasaan wilayah pinggiran akan menguatkan wilayah kota.
Sebaliknya, sebuah bangsa yang pinggirannya lemah, akan mudah dikuasai oleh bangsa lainnya yang pada gilirannya akan memperlemah integrasi kekuasaan bangsa tersebut.
Ketiga, pergiliran kekuasaan memiliki pelajaran bagi generasi sesudahnya.
Di abad ke-21 ini kita belajar bagaimana pergeseran kekuasaan yang telah terjadi pada 20 abad yang lalu, bahkan pada abad-abad sebelum Masehi.
Sejarah selalu tak sepi dari pelajaran agar generasi sesudahnya dapat membangun masa depan yang lebih baik berdasarkan pelajaran-pelajaran di masa lalu.
Sebagai pelajaran, kekuasaan apapun itu patut untuk dipelajari apa kelebihan dan kekurangannya. Itulah mengapa buku terkait tokoh atau sejarah institusi selalu penting, atau aktivitas seperti 'refleksi akhir tahun' atau 'proyeksi awal tahun' selalu tidak lepas dari bagaimana kita mencari pelajaran dari rangkaian peristiwa yang telah terjadi untuk membangun pola interaksi dan relasi yang lebih baik di masa yang akan datang.
Umat Islam adalah umat yang diajarkan Allah SWT pentingnya mengambil pelajaran dari peristiwa masa lalu. Mulai dari kisah Nabi Adam AS hingga kisah Nabi Muhammad SAW selalu ada pelajaran yang dapat kita petik.
Kisah terbaik, yakni kisah Nabi Yusuf AS misalnya, sarat betul dengan berbagai pelajaran bagi pribadi, keluarga, masyarakat, bahkan bangsa.
Dalam kisah beliau ada banyak sekali makna mendalam tentang bagaimana menjadi yang terbaik bagi diri, keluarga, bahkan bagi masyarakat luas. Allah SWT berfirman:
نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ أَحْسَنَ الْقَصَصِ بِمَا أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ هَٰذَا الْقُرْآنَ وَإِنْ كُنْتَ مِنْ قَبْلِهِ لَمِنَ الْغَافِلِينَ
"Kami menceritakan kepadamu (Muhammad) kisah yang paling baik dengan mewahyukan Alquran ini kepadamu, dan sesungguhnya engkau sebelum itu termasuk orang yang tidak mengetahui.” (QS Yusuf 3).
Saat ini, umat Islam di seluruh dunia berada dalam situasi yang tidak sama. Di satu sisi kita melihat saudara-saudara kita berada dalam penindasan yang teramat berat, seperti di Gaza, Palestina.
Lebih 22 ribu masyarakat menjadi korban akibat serangan Israel. Pada sudut lainnya, ada umat Islam yang berlimpah dengan kekayaan dan kenyamanan hidup.
Dalam dunia yang tidak equal ini, dibutuhkan sekali solidaritas kepada sesama.
Majelis Ulama Indonesia telah membuktikan komitmen dan aksi nyata dalam membantu Palestina sebagai bagian dari komitmen khidmah pada umat.
Jika berbagai institusi sipil di berbagai negara saling bahu membahu membantu mereka yang teraniaya, maka dunia akan terasa lebih baik.
Maka, imbauan kepada sesama untuk terus memberikan kontribusi positif, berbentuk materi atau non-materi untuk membantu sesama perlu terus digalakkan.
Semangat untuk menjadi 'tangan di atas' yakni tangan yang senang memberi perlu kita budaya dan kita rawat bersama-sama. Rasulullah SAW bersabda, "Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah."
Kekuasaan atau kejayaan itu dipergilirkan, suatu waktu orang lain berada di bawah, tapi di lain waktu bisa jadi kita yang berada di bawah. Tak lain dan tak bukan sebab kekuasaan itu dipergilirkan di antara manusia.
Menjelang suksesi kepemimpinan nasional di Indonesia di awal 2024, kita berharap agar terpilih pemimpin yang dapat menjayakan Indonesia dalam berbagai seginya.
Peran umat Islam, olehnya itu, teramat penting untuk menciptakan Indonesia yang aman, damai, dan sejahtera.*