Penutupan ACFS ke-9, MUI Ingatkan Pemerintah Soal Transisi Penyelenggaraan Ibadah Haji

Penutupan ACFS ke-9, MUI Ingatkan Pemerintah Soal Transisi Penyelenggaraan Ibadah Haji

28/07/2025 11:23 ADMIN


JAKARTA, MUI.OR.ID—Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengingatkan pemerintah soal masa transisi penyelenggaraan ibadah haji dari Kementerian Agama (Kemenag) ke Badan Penyelengaraan (BP) Haji.

Sekretaris Jenderal MUI, Buya Amirsyah Tambunan menyampaikan, istitha'ah dalam ibadah haji tidak hanya pada jamaah, tapi juga penyelenggara ibadah haji yang harus saling memperkuat.

"Di masa transisi penyenggaraan ibadah haji dari Kemenag ke BP Haji betul-betul ingin mengingatkan pemerintah terkait
tahapan demi tahapan dalam perubahan undang-undang haji ini," kata Sekjen MUI Buya Amirsyah Tambunan dalam penutupan International Annual Conference on Fatwa MUI Studies (ACFS) ke-9, Ahad (27/7/2025) malam.

Kegiatan ini digelar pada Sabtu-Senin, 26-28 Juli 2025 di Hotel Sari Pacific, Menteng, Jakarta Pusat, dengan mengangkat tema "Peran Fatwa Dalam Mewujudkan Kemaslahatan Bangsa." Penutupan ACFS ke-9 juga menjadi momen peluncuran buku Himpunan Fatwa Haji MUI oleh BPKH.

Buya Amiryah mengingatkan agar pengelolaan dan keuangan haji bisa sesuai ekosistem keuangan haji yang tepat sasaran dan guna, pemgelolaan keuangan haji yang transparan, akuntabel, dan sungguh-sungguh.

Sementara itu, Ketua MUI Bidang Fatwa Prof KH Asrorun Ni'am Sholeh mengingatkan bahwa pengelolaan keuangan haji yang secara legal dikelola BPKH ini manfaar pengembangannya bisa didistribusikan secara berkeadilan dan proporsional kepada calon jamaah haji.

Hal itu semata-mata untuk kepentingan penyelengaraan ibadah haji yang baik dan benar. Dia mengungkapkan MUI sudah berkomunikasi dengan BPKH dan membuat road map untuk menangani masalah ini dengan baik.

"Kemudiaan mendorong literasi calon jamaah haji yang pada hakikatnya sudah mampu untuk segera mendaftar. Jangan sampai ini masih lama, tapi dia ga ikut antri. Berarti dia bisa kehilangan kesempatan untuk menunaikan kewajibannya. Sekalipun antri, kalau dia sudah berkewajiban, ikut antri," tegasnya.

Pengasuh Pondok Pesantren An-Nahdlah, Depok, Jawa Barat ini menyampaikan apabila seseorang yang sudah berkewajiban haji, kemudiaan wafat, maka dia sudah gugur kewajibannya.

"Baru caranya dengan badal haji, tetapi kalau pada hakikatnya sudah istitha'ah, uangnya ada, kesehatannya cukup, tapi ga ikut antri untuk proses menuju ibadah haji, berarti dia belum menuju pada penunaian kewajiban," ungkapnya.

Guru Besar Ilmu Fikih UIN Jakarta ini menyatakan, kalau kondisi tersebut terpenuhi, kemudiaan tidak melaksanakannya dan meninggal dunia, maka statusnya memiliki hutang.

Prof Ni'am menegaskan keberadaan MUI untuk memberikan sinaran keagamaan kepada aktivitas negara. Termasuk bersama BPKH agar tasaruf yang dilakukan BPKH memperoleh perspektif keagamaan yang sahih.

"Sebaliknya MUI di dalam menetapkan fatwa keagamaan juga harus membumi, dan harus memastikan untuk kepentingan kemaslahatan bagi publik," tegasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Anggota Pelaksana BPKH Harry Alexander menyampaikan terimakasih kepada MUI khususnya Komisi Fatwa MUI yang telah memberikan arahan dan acuan kebijakan dalam tata kelola keuangan haji.

"Prinsip syariah inilah yang kami gunakan berdasarkan fatwa MUI agar pengelolaan keuangan syariah ini tidak hanya aman, likuid, memberi nilai manfaat kepada jamaah haji, tapi memberikan kenyamanan bagi jamaah haji bahwa uangnya dikelola secara syariah, tidak dikelola asal-asalan, semua dipenuhi dengan baik," ungkapnya.

Dia menegaskan setiap fatwa MUI berlaku bagi BPKH. Menurut dia, fatwa MUI sangat bermanfaat bagi BPKH. "Kami berkomitmen menjalankan undang-undang dan fatwa MUI," kata dia menegaskan. (Sadam, ed: Nashih)

Tags: penyelengaraan haji, penyelengaraan haji bp haji, penyelengaraan haji kemenag, haji, dana haji, fatwa mui haji