
MUI Telusuri Temuan BPJPH Soal Porcine dalam Produk Bersertifikat Halal, Ini 8 Kemungkinannya
29/04/2025 23:03 ADMINJAKARTA, MUI.OR.ID – Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa, Prof KH Asrorun Ni’am Sholeh, menanggapi temuan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) terkait adanya unsur porcine (babi) dalam sembilan produk yang diuji di laboratorium.
Menurutnya, tujuh dari sembilan produk tersebut telah bersertifikat halal, sehingga temuan ini perlu ditindaklanjuti secara serius. Dia memberikan apresiasi atas langkah pengawasan yang dilakukan BPJPH sebagai bagian dari penguatan sistem jaminan produk halal.
"Saya mengapresiasi langkah-langkah pengawasan yang dilakukan oleh BPJPH dalam menjamin produk halal di masyarakat. Pengawasan ini penting karena menjadi salah satu titik lemah dalam sistem penguatan jaminan produk halal yang perlu terus diperbaiki,"ujarnya kepada MUIDigital seusai rapat Dewan Pimpinan MUI di Aula Buya Hamka, Kantor MUI, Jakarta Pusat, Selasa (29/4/2025).
Selanjutnya, dia menyoroti perlunya pengawasan berkelanjutan, mengingat adanya regulasi yang menyatakan bahwa sertifikat halal berlaku tanpa batas waktu.
Menurutnya, aturan tersebut bisa menimbulkan potensi moral hazard yakni kondisi ketika pelaku usaha merasa tidak lagi diawasi sehingga berpotensi mengabaikan kepatuhan terhadap standar halal dan merusak sistem jika tidak disertai pengawasan yang memadai.
"Selain itu, secara regulasi juga terdapat masalah, khususnya terkait aturan yang menyebutkan bahwa sertifikat halal berlaku seumur hidup tanpa batas waktu. Hal ini tentu berpotensi menimbulkan moral hazard dan merusak sistem, sehingga dibutuhkan pengawasan yang berkelanjutan," kata Kiai Niam.
Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa menanggapi temuan tersebut, MUI melakukan penelaahan dan diskusi mendalam untuk mencari kemungkinan-kemungkinan penyebab munculnya kandungan yang bertentangan dengan standar halal. Setidaknya, terdapat delapan kemungkinan yang diidentifikasi:
1. Perbedaan sampel antara yang digunakan saat proses sertifikasi halal oleh LPH dan yang diambil saat pengawasan
2. Perbedaan waktu pengambilan sampel yang dapat memengaruhi hasil uji laboratorium
3. Perbedaan metode pengujian laboratorium, yang secara ilmiah bisa menghasilkan hasil yang berbeda
4. Ketidakcermatan saat uji laboratorium
5. Keteledoran baik dari pihak LPH, Komisi Fatwa, atau mekanisme pengawasan yang kurang akurat
6. Perbedaan alat laboratorium yang digunakan dalam proses pengujian
7. Faktor persaingan usaha atau potensi adanya motif lain di balik temuan tersebut
8. Kemungkinan teknis lain yang masih perlu ditelusuri secara lebih detail.
Sebagai respons atas hasil uji laboratorium yang memunculkan berbagai kemungkinan, MUI berkomitmen untuk menindaklanjuti temuan tersebut secara serius melalui proses evaluasi internal.
“Temuan ini tentu akan menjadi bahan berharga dalam proses i’adatun nazor atau telaah ulang fatwa di Majelis Ulama Indonesia,” ujar Kiai Ni'am.
Dia menegaskan bahwa MUI akan terus berupaya menjaga kepercayaan masyarakat terhadap produk bersertifikat halal, serta meningkatkan akurasi dan ketelitian dalam proses sertifikasi maupun pengawasan.
Sementara itu, Direktur Utama LPPOM, Muti Arintawati, menyampaikan hasil penelusuran LPPOM dari 9 produk yang diumumkan BPJPH, 7 di antaranya telah diaudit oleh LPPOM.
"Berdasarkan penelusuran yang telah kami lakukan melalui rekaman audit, pendalaman dengan auditor, dan dokumen pemeriksaan hasil pengujian laboratarium, kami sampaikan hal sebagai berikut," kata Direktur LPPOM Muti Arintawati dalam keterangan yang diterima MUIDigital, Selasa.
Pertama, kata Muti, proses audit telah dilakukan secara menyeluruh sesuai Sistem Jaminan Produk Halal (SPJPH). Kedua, lanjutnya, pengujian laboratarium terhadap produk yang diaudit oleh LPPOM dengan metode Real-Time PCR di laboratarium terakreditasi menunjukkan tidak adanya kandungan babi.
"Data ini telah menjadi dasar Komisi Fatwa MUI untuk menetapkan fatwa kehalalan produk, dan BPJPH menerbitkan sertifikasi halal berdasarkan ketetapan halal tersebut," kata Muti.
LPPOM dalam menanggapi temuan ini berupaya melakukan uji laboratarium terhadap produk yang dimaksud.
Di pasaran, LPPOM mengaku tidak berhasil menemukan seluruh produk nomor batch yang sama dengan produk yang diumumkan BPJPH karena produk tersebut telah ditarik dari peredaran.
"Secara bertahap, kami mengambil sampel yang ada di pasaran dan segera melakukan proses pengujian. Pengujian dilakukan menggunakan beberapa metode di dua laboratarium terakreditasi. Salah satunya metode real-time PCR SNI 9278:2024 yang direkomendasikan oleh BPJPH sebagai metode analisis identifikasi porcine," ungkapnya.
Berikut hasil uji untuk sebagian produk yang telah selesai LPPOM lakukan.

Pertama, Corniche Fluffy Jelly Marshmallow (identitas sampel) dengan nama produsen Sucere Foods Corporation, Philippines. Kedua, ChompChomp Car Mallow (Marshmallow Bentuk Mobil) (identitas sampel) dengan nama produsen Shandong Qingzhou Erko Foodstuffs, China.
Ketiga, ChompChomp Flower Mallow (Marshmallow Bentuk Bunga) (identitas sampel) dengan nama sampel Shandong Qingzhou Erko Foodstuffs, China. Keempat, Hakiki Gelatin (identitas sampel) dengan nama produsen PT. Hakiki Donarta, Indonesia.
Keempat produk ini dari hasil uji laboratarium tidak terbukti adanya DNA babi. Sementara ketiga produk lainnya masih dalam proses pengujian. (Fitri Aulia Lestari/Sadam Al Ghifari ed: Nashih)
Tags: Produk bersertifikat halal mengandung babi, produk mengandung babi, majelis ulama Indonesia, fatwa mui