
MUI Kaji Regulasi dan Sistem Pendistribusian Daging Dam Haji Tamattu’ ke Indonesia
31/10/2024 11:33 JUNAIDIJAKARTA,MUI.OR.ID— Mayoritas masyarakat di Indonesia melaksanakan ibadah jaji berupa Haji Tamattu, yang mana dalam penyelenggaraannya para jamaah melaksanakan ibadah umroh terlebih dahulu, baru kemudian melaksanakan ibadah haji.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Majelis Ulama Indonesia Bidang Fatwa, Prof KH Asrorun Ni’am Sholeh mengatakan bahwa haji tamattu melahirkan konsekuensi adanya kewajiban pembayaran dam (denda) bagi setiap jamaah yang menyelenggarakan haji tamattu. Salah satunya ialah dengan cara menyembelih seekor kambing yang bisa diqurbankan.
“Dalam konteks ini, dam merupakan bagian dari aktivitas ibadah, namanya adalah dam nusuk. Karena dia termasuk dalam kategori ibadah, maka penyelenggaraanya juga harus mengikuti ketentuan syariah,” ujar Kiai Ni’am, begitu akrab disapa, kepada MUIDigital, Selasa (29/10/24).
“Salah satunya adalah menyembelih jenis hewan tertentu, tempatnya tertentu, kemudian juga didistribusikan dengan cara tertentu,” imbuhnya menjelaskan.
Terkait dengan tempat penyembelihan, Kiai Ni’am menjelaskan sesuai dengan fatwa MUI yakni tempat penyembelihan dam ini adalah di tanah haram.
Selanjutnya, untuk pemanfaatannya sendiri secara prinsip daging dam ini dimanfaatkan untuk kepentingan memberikan makan bagi fuqara ahlul Haram (warga miskin Tanah Haram), akan tetapi dalam kondisi tertentu bisa juga didistribusikan di luar tanah Haram.
“Karena mekanisme penyelenggaraan ibadah haji kita adalah haji tamattu, yang berkonsep masih adanya kewajiban membayar dam, maka idealnya penyelenggaraan ibadah penyemebelihan dam ini juga dikelola di dalam sistem satu kesatuan dengan penyelenggaraan ibadah haji, termasuk juga konsekuensi fiskalnya,” ungkap Kiai Ni’am.
“Di dalam rekomendasi fatwa MUI juga disampaikan, kalau memungkinkan ini juga akan dimasukkan di dalam biaya penyelenggaraan ibadah haji. Kecuali nanti ada beberapa calon jamaah yang menggunakan haji Ifrad yang tidak berdampak kepada adanya kewajiban membayar dam,” imbuhnya menjelaskan.
Pendistribusian daging dam ini sejatinya sudah terjadi sejak tahun lalu. Maka saat ini kata dia, isu yang berkembang bukanlah tentang keagamaan, melainkan isu terkait dengan administrasi dan juga tentang sejauh mana efisiensinya.
“Kita masih ada problem regulasi ketika memasukkan daging dari luar ke wilayah NKRI, maka harus memenuhi persyaratan-persyaratan, salah satunya adalah persyaratan bebas penyakit mulut dan kuku,” ungkapnya.
“Oleh karena itu, perlu adanya mekanisme koordinasi regulasi antarkementerian lembaga. Disatu sisi Kementrian Agama sebagai pihak yang memiliki tugas tanggung jawab penyelenggaraan ibadah haji, kemudian ada BPKH, Badan Penyelenggara Haji (BPH), Badan Karantina, Kementerian Pertanian yang punya regulasi terkait keluar masuknya hewan serta daging dari luar negeri,” kata dia. (Dhea Oktaviana, ed: Nashih).
Tags: Haji, badan penyelenggara haji, BPH, penyelenggaraan haji, haji 2025, kementerian agama, Majelis ulama indonesia, MUI, manfaat haji, dam haji, distribusi dam haji, haji tamattu