Menantikan Standardisasi Aturan Pelunasan Utang di Perbankan Syariah

Menantikan Standardisasi Aturan Pelunasan Utang di Perbankan Syariah

16/09/2024 19:26 JUNAIDI

JAKARTA, MUI.OR.ID— Dalam praktik perbankan syariah di Indonesia, pelunasan utang menjadi isu krusial yang sering memunculkan perbedaan perlakuan antara satu bank dengan bank lainnya.

Anggota BPH DSN-MUI Bidang Perbankan Syariah, Rudy Widodo menjelaskan beberapa bank memberikan potongan pelunasan, sementara yang lain tidak.

Perbedaan perlakuan ini menimbulkan risiko reputasi yang signifikan bagi bank, terutama bagi bank syariah yang sangat bergantung pada kepercayaan masyarakat.

“Dulu pernah ada satu bank, ada desas-desus bahwa bank tersebut tidak punya likuiditas. Likuiditasnya mengalami kekurangan, masyarakat tidak bisa menarik uang mereka, sehingga secara bersamaan banyak yang ikut segera menarik uang mereka,” ujar Rudi pada hari kedua Workshop Pra-Ijtima’ Sanawi Dewan Pengawas Syariah (DPS) IX 2024, di Jakarta.

Meskipun desas-desus tersebut belum tentu benar, dampaknya bisa sangat merugikan bank tersebut karena kepercayaan masyarakat begitu mudah runtuh.

Hal ini menunjukkan betapa pentingnya transparansi dan kejelasan dalam pengelolaan pelunasan utang di bank syariah.

Selain itu, proses pelunasan utang juga berbeda-beda di berbagai daerah, tergantung pada keputusan hukum yang diambil oleh hakim di wilayah tersebut.

“Ada perbedaan macam-macam proses gitu. Sehingga diperlukan standardisasi,” tambah Rudi pada Rabu (11/9/2024) lalu di The Bellezza Hotel, Jakarta Selatan.

Perbedaan keputusan hukum di setiap daerah menambah kompleksitas pelunasan utang, terutama terkait bank syariah.

Beberapa kasus menunjukkan bahwa bank syariah di daerah tertentu diberikan perlakuan lebih longgar dibandingkan bank di daerah lain.

“Ada yang keputusannya karena banknya di daerah syariah, seakan-akan di daerah syariah tidak perlu dibayar semua,” jelas Rudi.

Hal ini menuntut adanya standar yang seragam dalam pelunasan utang, untuk menjaga keadilan bagi semua nasabah dan bank di seluruh wilayah.

Beragamnya praktik dan keputusan hukum terkait pelunasan utang ini jelas membutuhkan standardisasi yang lebih tegas. Standardisasi ini penting untuk memberikan kepastian hukum dan kejelasan bagi nasabah, serta menjaga reputasi bank syariah. Tanpa adanya standar yang jelas, ketidakpastian ini bisa merugikan baik nasabah maupun bank itu sendiri. (Latifahtul Jannah, ed: Nashih).


Tags: Standardisasi pelunasan utang, pelunasan utang, hukum pelunasan utang, Fatwa pelunasan utang, Fatwa dsn mui, perbankan syariah