Halal Tourism Hub Buya Hamka, Ikon Pariwisata Ramah Muslim

Halal Tourism Hub Buya Hamka, Ikon Pariwisata Ramah Muslim

25/11/2024 21:53 JUNAIDI

Oleh: Dr Ir Lukmanul Hakim Ketua Lembaga Wakaf MUI dan Guntur S Mahardika Sekretaris Lembaga Wakaf MUI 



“Jika adik memakan pinang,
Makanlah dengan sirih hijau.
Jika adik datang ke Minang,
Jangan lupa singgah ke Maninjau.”
-Pantun Ir Sukarno, Proklamator dan Presiden RI pertama.


Maninjau memberikan kesan tersendiri bagi Proklamator dan Presiden pertama Republik Indonesia itu. Di tengah kunjungan kerjanya ke wilayah Sumatra Barat, pada 10 Juni 1948, ia singgah ke Maninjau. Pantun Sukarno tergantung di ruang tengah Museum Kelahiran Buya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka) di Kampung Tanah Sirah, Nagari Sungai Batang, Maninjau. Sebait pantun itu diketik rapi pada selembar kertas berbingkai. Tulisan itu berjudul “Kenang Kenangan Hidup”. “Maninjau yang indah perma,.”ucap Bung Karno.

Bukan hanya menikmati keindahan alam yang dikelilingi bukit-bukit dan hamparan sawah berundak (terasering) dan pepohonan rindang, melainkan dia juga menyempatkan berdialog dengan rakyat. Sukarno berpidato di bawah pohon beringin di sekitar kawasan Sekolah Guru Bawah (SGB) Maninjau di Tanjungraya. Sekolah itu kini menjadi SMA Negeri 1 Tanjung Raya.

Maninjau melahirkan banyak tokoh besar. Kakek Buya Hamka adalah ulama besar Maninjau, Syekh Amrullah Tuanku Kisa’i. Makam beliau tidak jauh dari tepi Danau Maninjau, terletak di Jorong Nagari, Tanjungraya, Kabupaten Agam. Maninjau dikenal dengan pusat keagamaan. Banyak ulama besar berpengaruh yang lahir dan berdakwah di kawasan sejak abad XIX. Di antaranya, Syekh Abdussamad Maninjau, Syekh Abdullah Kto Baru Maninjau, dan Syekh Amrullah Maninjau. 

Pada abad XX dikenal beberapa ulama besar Maninjau, diantaranya Syekh Muhammad Salim Bayur Maninjau, Syekh Abu Bakar Maninjau, Syekh Hasan Bashri Maninjau, dan Syekh Abdul Karim Amrullah Maninjau. Nama terakhir adalah ayahanda Buya Hamka, dikenal juga dengan nama Haji Rasul. Ayahanda Buya Hamka adalah ulama besar yang berpendidikan tinggi, dia bergelar Doktor (Dr), Inyiak Dr Abdul Karim Amrullah. Buya Hamka lahir di Tanah Sirah Nagari Sungai Batang pada 13 Muharram 1326, bertepatan 16 Februari 1908, dari pasangan adalah Inyiak Doktor Abdul Karim Amrullah dan Syafiyah. 

Pada usia 16 tahun, Hamka merantau ke Jawa, mengikuti jejak kakak perempuannya Fhatimah Karim Amrullah yang ikut suaminya Buya Ahmad Rasyid Sutan Mansur (AR St. Mansur) yang berdagang batik di Pekalongan. Buya AR St. Mansur adalah ulama besar dan tokoh nasional, yang menjadi Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah periode 1956-1959.

Sebagaimana datuk dan ayahnya, Buya Hamka menjadi ulama besar dan sastrawan nasional yang dikenal hingga ke mancanegara dengan karya-karyanya, antara lain buku berjudul “Di Bawah Lindungan Ka’bah”, buku “Tenggelamnya Kapan Van Der Wijck”, dan buku “Merantau ke Deli”. Buya Hamka juga adalah salah seorang tokoh pendiri dan ketua umum pertama Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Maninjau juga melahirkan banyak tokoh besar. Dari kawasan Salingka Danau Maninjau yang dikelilingi 10 nagari, selain pahlawan nasional Hamka dan keluarga besarnya, juga tempat kelahiran tokoh dan pahlawan nasional Hj Rangkayo Rasuna Said dan Mohammad Natsir (perdana menteri dijuluki Bapak NKRI).

Maninjau adalah pusat tumbuhnya peradaban Islam di Minangkabau dan pusat perjuangan nasional menuju kemerdekaan Indonesia. Wilayah ini kini menjadi kunjungan peziarah, bukan hanya peziarah domestik, tapi juga peziarah dari mancanegara, khususnya turis dari Malaysia, Thailand, Singapura. Mereka antara lain berkujung ke Museum Keliharan Buya Hamka dan berziarah ke makam Syech Amrullah. Selain berziarah, juga berwisata di kawasan Danau Maninjau. Danau yang indah, dikelilingi pengunungan. Menuju kawasan ini, dari Bukittinggi melalui kelok 44 berupa tikungan tajam di tepi Danau Maninjau memberikan pengalaman tersendiri bagi wisatawan dan peziarah.

Lembaga Wakaf Majelis Ulama Indonesia (LWMUI/Wakaf MUI) bersama Enhaii Halal Tourism Cernter (EHTC) Politeknik Pariwisata NHI Bandung – Kementerian Pariwisata RI, Nagari Sungai Batang, dan Departemen Ekonomi Syariah (DEKS) Bank Indonesia, melihat potensi besar untuk pengembangan pariwisata halal (halal tourism) di kawasan Maninjau, sebagai proyek percontohan pengembangan pariwisata ramah muslim (PRM) berbasis desa wisata, di Nagari Sungai Batang, Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Sumatra Barat.

Melalui Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) kepada Lembaga Wakaf MUI, menggandeng kerja sama wakaf produktif dengan ahli waris keluarga Buya AR St Mansur – Ibu Fathimah Karim Amrullah, merevitalisasi dan rekontruksi rumah bersejarah warisan dari Inyak Doktor Karim Amrullah kepada Fathimah Karim Amrullah, istri Buya AR Sutan Mansur, di tepi Danau Maninjau, Nagari Sungai Batang. Tanah dan rumah itu digunakan untuk pusat pengembangan pariwisata ramah muslim (PRM) Nagari Sungai Batang. Lokasinya hanya beberapa ratus meter dari makam Syekh Amrullah dan Masjid peninggalan Syekh Amrullah. Dan, sekitar tiga kilometer dari Museum Buya Hamka. 

PRM Desa Wisata Nagari Sungai Batang ini akan menjadi pusat (center/hub) pengembangan pariwisata halal di Nagari Sungai Batang dan kawasan Danau Maninjau yang dikelilingi 10 nagari, yang dapat menjadi rantai nilai halal (halal value chain/HVC) yang berdampak meningkatkan kegiatan ekonomi masyarakat melalu sektor pariwisata, budaya, serta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMK). Ini merupakan percontohan implementasi dari Peta Jalan (Roadmap) Pengembangan Pariwisata Ramah Muslim (PRM) yang disusun oleh para stakehoders pariwisata halal yang melibatkan sejumlah Kementerian dan lembaga serta komunitas pariwisata ramah muslim.

Ada enam fungsi dalam pusat pengembangan PRM Nagari Sungai Batang di Maninjau. Pertama adalah manajemen organisasi desa wisata; kedua, pusat penjualan (sales center); ketiga, pusat bisnis komunitas (community business center); keempat, pusat informasi wisatawan terintegrasi (integrated tourist information center); kelima, pusat layanan homestay masyarakat (integrated guest house); dan keenam, galeri produk-produk UMKM lokal (local product showcase). Pusat PRM Nagari Sungai Batang dilengkapi dengan kedai (kafe), roof top untuk spot foto yang dapat memandang luas Danau Maninjau, serta ruang terbuka dan amphitheatre untuk pentas seni dan budaya masyararakat.

Di gedung yang berarsitektur rumah gadang itu terdapat ruang (space) yang akan menjadi semacam museum mini untuk memajang dokumentasi, foto, barang-barang, dan karya masa perjuangan Buya AR St. Mansur dan Fhatimah Karim Amrullah, Buya Hamka, dan tokoh-tokoh perjuangan asal Maninjau, yang menjadi bagian dari sejarah kemerdekaan dan pembangunan Indonesia. PRM Sungai Batang juga akan dilengkapi sarana digital untuk memudahkan wisatawan mendapatkan informasi, mempelajari budaya dan sejarah, marketplace paket wisata dan produk UMKM, serta sarana transaksi pembayaran berbasis QRIS.

Lembaga Wakaf MUI mem-branding Pusat Pariwisata Ramah Muslim Desa Wisata Sungai Batang dengan nama: Halal Tourism Buya Hamka, sebagai penghormatan kepada ketua umum MUI periode pertama. Selain bekerjasama dengan keluarga besar Buya AR Sutan Mansur, LWMUI juga akan menggandeng keluarga besar Buya Hamka dalam pengembangan wisata halal di Nagari Sungai Batang tersebut.

Pengembangan rantai nilai halal pariwisata ramah muslim mencakup pengembangan Muslim Friendly Travel Indicator (MuFTI) dan peta jalan (roadmap) strategi pengembangan berbasis komunitas dan masyarakat. Untuk itu dilakukan pendampingan pengelolaan serta penguatan kelembagaan komunitas usaha berbasis syariah dalam upaya mewujudkan dan meningkatkan perekonomian RNH PRM, melalui pengembangan ekosistem berbasis kearifan lokal. Pelaksanaannya melibatkan Nagari Sungai Batang, Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis), komunikas UMKM, komunitas adat setempat, dan lembaga/komunitas terkait lainnya.

Dengan hadirnya pusat pariwisata ramah muslim (PRM) Nagari Sungai Batang akan memudahkan wisatawan memperoleh informasi wisata, paket wisata, produk UMKM, dan penginapan (guest house) di kawasan Maninjau. Ini akan meningkatkan produktivitas masyarakat Maninjau, khususnya generasi muda, serta mendongkrak pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Hasil manfaat dari pengelolaan wakaf produktif, akan disalurkan kembali kepada masyarakat untuk pengembangan kapasitas sumber daya manusia, ekonomi produktif, sarana ibadah, dan sosial.

Pariwisata ramah muslim Sungai Batang diharapkan menjadi role model pengembangan pariwisata halal berbasis wakaf produktif. Ini merupakan bagian dari peran wakaf produktif dalam pengembangan industri halal di Indonesia.  

*Catatan perkembangan program Wakaf Produktif LWMUI dan Buya AR Sutan Mansur–Fatimah Amrullah

Tags: wisata ramah muslim, periwisat ramah muslim, desa maninjau, buya hamka, Sumatra barat, pariwisata halal, lembaga wakaf mui, majelis ulama Indonesia