Catatan dari Tanah Suci: Tekad Bulat Kakek Jalal Menembus Raudah

Catatan dari Tanah Suci: Tekad Bulat Kakek Jalal Menembus Raudah

16/05/2025 21:08 ADMIN

Oleh: Muhammad Fakhruddin, Jurnalis MUIDigital dari Madinah, Arab Saudi

Madinah – Di antara ribuan wajah jamaah calon haji yang hilir mudik di pelataran Masjid Nabawi, terselip satu sosok renta yang mencuri perhatian: Ahmad Jalal Bakri. Pria lanjut usia asal Indonesia itu ditemukan duduk tenang di dekat Pintu 326 Masjid Nabawi, Rabu malam, (14/5/2025). Ia sendirian, tanpa teman, namun wajahnya tidak menunjukkan kebingungan—justru tampak lega dan sumringah, seperti baru saja mengalami sesuatu yang luar biasa.

Kakek Jalal, begitu ia akrab disapa, ternyata tersesat usai menunaikan salat Isya. Ia tak tahu jalan pulang ke hotelnya, tak membawa peta lokasi, dan tak hafal nama penginapan. Yang ia ingat, hotelnya dekat dengan Masjid Ali. Namun, alih-alih panik, Kakek Jalal justru menyambut siapa pun yang menanyainya dengan senyum teduh.

Kabar tentang keberadaannya sampai kepada kami melalui sesama jamaah Indonesia. Selaku petugas haji, saya bersama rekan, Silahuddin Genda, segera mendekatinya. Dengan suara lirih dan mata berkaca-kaca, Kakek Jalal mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi.

“Saya habis dari Raudah,” ucapnya pelan.

Ternyata, ia terpisah dari rombongan karena tekad bulatnya untuk masuk ke Raudah—area mulia di antara mimbar dan makam Rasulullah SAW, yang disebut sebagai taman surga. Ia mengaku berhasil masuk hanya dengan menunjukkan kartu identitas jamaah, tanpa memiliki nusuk (tiket antrean resmi yang biasanya diwajibkan). Sementara teman-temannya gagal dan memilih menunggu di luar.

“Teman saya enggak bisa masuk, saya terus berusaha dan bisa,” kata Kakek Jalal, dengan wajah penuh syukur.

Di tengah kondisi tersesat, ia justru merasa telah mencapai sesuatu yang besar. Baginya, bisa masuk Raudah bukan sekadar keberuntungan, melainkan pencapaian spiritual yang diperjuangkan dengan tulus dan sabar.

Setelah dibantu beberapa jamaah untuk melacak nama hotelnya, kami akhirnya menemukan tempat menginap Kakek Jalal, yang ternyata berada tak jauh dari Pintu 317 Masjid Nabawi. Dalam perjalanan menuju hotel, ia bercerita lebih jauh—tentang mimpi berhaji yang ia rajut dengan penuh perjuangan.

“Saya orang tidak mampu,” katanya lirih. “Saya jual sawah, cuma laku Rp 40 juta. Masih kurang.”
Kekurangan itu, lanjutnya, ditutup oleh seorang pemilik sapi—sebagai bentuk terima kasih karena Kakek Jalal telah lama merawat hewan ternaknya.

Kisah Kakek Jalal adalah kisah tentang niat yang tulus, perjuangan tanpa pamrih, dan tekad yang tak mengenal batas usia. Dalam diamnya, ia mengajarkan bahwa menembus Raudah bukan hanya soal tiket dan waktu, tapi tentang ketulusan hati dan keyakinan yang tak goyah.

Kami berpisah di depan hotel tempatnya menginap. Kakek Jalal melambaikan tangan, masih dengan senyum lembut dan mata yang berbinar—seolah surga benar-benar terasa lebih dekat malam itu.  

Tags: haji, ibadah haji, jamaah haji, raudah, madinah