Catatan dari Tanah Suci: Geliat Ukhti di Bandara Jeddah

Catatan dari Tanah Suci: Geliat Ukhti di Bandara Jeddah

20/05/2025 02:47 ADMIN

Oleh: Muhammad Fakhruddin, Jurnalis MUIDigital dari Jeddah, Arab Saudi

JEDDAH – Ada yang berbeda saat saya kembali menginjakkan kaki di Bandara King Abdulaziz, Jeddah, pada musim haji 2025 ini. Pemandangan kali ini sangat kontras dibandingkan saat saya melakukan umrah pada 2018 silam.

Dulu, hampir seluruh staf bandara didominasi laki-laki. Para askar—petugas keamanan—berpakaian seragam, berjaga di berbagai sudut. Perempuan nyaris tak terlihat. Kalaupun ada, mereka mengenakan cadar dan bergerak di ruang-ruang terbatas.

Pada tahun itu, pemerintah Arab Saudi baru saja mencabut larangan bagi perempuan untuk mengemudi. Tepatnya sejak 24 Juni 2018, negara ini mulai menerbitkan Surat Izin Mengemudi (SIM) untuk kaum hawa, meski baru diberikan kepada 10 perempuan sebagai langkah awal. Ketika saya berangkat umrah pada bulan Oktober 2018, keberadaan pekerja perempuan di Bandara Jeddah masih sangat jarang terlihat.

Namun kini, situasinya berubah drastis. Sejak keluar dari pesawat, saya langsung disambut oleh pemandangan yang berbeda. Para petugas imigrasi, pemandu arah, hingga staf yang mengarahkan jamaah ke terminal dan parkiran bus, didominasi oleh perempuan. Dalam bahasa Arab, mereka akrab disapa ukhti, yang berarti "saudari perempuan".

Pada musim haji tahun ini, para ukhti tampaknya menjadi ujung tombak dalam melayani jamaah. Mereka bertugas mulai dari mengatur antrean hingga memastikan semua berjalan tertib. Seorang petugas bahkan memberi aba-aba dalam bahasa Indonesia, “Satu baris, satu baris,” saat mengarahkan jamaah melalui jalur fast track menuju parkiran bus, Selasa (19/5/2025).

Tak hanya itu, beberapa perempuan tampak lincah mengemudikan golfcar untuk mengantar jamaah lansia atau penyandang disabilitas menuju titik pemberangkatan bus. Ketangguhan mereka dalam menjalankan peran ini sangat mencolok, apalagi mengingat beberapa tahun lalu posisi seperti ini hampir tidak pernah ditempati oleh perempuan.

Minggu lalu, ketika saya dan rekan-rekan petugas haji baru tiba di Jeddah, kami disambut hangat oleh seorang ukhti perwakilan syarikah yang membagikan kotak berisi makanan kecil di dalam bus. Dengan senyum lebar, ia bertanya apa bahasa Indonesianya, "Syukron?”

Kami pun tertawa bersama. “Terima kasih!” jawab sebagian. “Maturnuwun!” sahut yang lain.

Kehadiran para ukhti ini tidak hanya memperlancar pelayanan haji. Lebih dari itu, mereka menjadi simbol perubahan besar di Arab Saudi, sebuah negara yang selama bertahun-tahun dikenal sangat konservatif terhadap peran perempuan di ranah publik. Kini, mereka hadir di garis depan, tak hanya di sektor transportasi dan layanan, tetapi juga dalam hal yang menyentuh langsung kehidupan jutaan jamaah dari seluruh dunia.

Di Bandara Jeddah, geliat para ukhti menorehkan sejarah baru, melayani dengan profesionalisme, ramah dalam komunikasi, dan sigap dalam bertindak. 

Tags: Haji, Ibadah Haji, Catatan dari Tanah Suci, PPIH, Syarikah