Berkaca Kasus ‘Air Berkah’ Pekalongan, Wasekjen MUI Ingatkan Pentingnya Ilmu dan Iman

Berkaca Kasus ‘Air Berkah’ Pekalongan, Wasekjen MUI Ingatkan Pentingnya Ilmu dan Iman

23/04/2025 19:35 ADMIN

JAKARTA, MUI.OR.ID – Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Arif Fahruddin, menegaskan bahwa keyakinan terhadap air sebagai sesuatu yang membawa memberikan khasiat tertentu tidak seratus persen keliru. 

Namun, dia mengingatkan pentingnya memastikan bahwa air tersebut memenuhi syarat halal, bersih, dan layak dikonsumsi.

Pernyataan tersebut disampaikan menyikapi fenomena viral “air berkah” di Desa Rowoyoso, Kabupaten Pekalongan, yang sempat menghebohkan warga. Air yang muncul secara tiba-tiba di tengah permukiman semula diyakini sebagai pertanda spiritual, dan warga pun berebut mengambilnya, berharap mendapat keberkahan.

Namun, setelah diselidiki lebih lanjut oleh pihak terkait, diketahui bahwa air tersebut berasal dari kebocoran pipa milik Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Meskipun sumbernya bersifat teknis, antusiasme masyarakat terhadap air itu terlanjur berkembang menjadi keyakinan religius.

Menanggapi hal itu, Kiai Arif menyampaikan bahwa kepercayaan masyarakat terhadap berkah air tidak harus disalahkan secara mutlak.
 
“Meyakini air sebagai berkah itu tidak salah, selama airnya halal, bersih, dan sehat untuk digunakan,” ujar Kiai Arif saat ditemui MUIDigital di Kantor MUI, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (23/4/2025).

Namun, Kiai Arif menekankan bahwa kepercayaan tersebut harus disertai dengan pertimbangan ilmiah agar tidak menyimpang dari prinsip rasionalitas. “Penting bagi kita untuk menyeimbangkan antara keimanan dan pemahaman ilmiah,” tambahnya.

Menurut Kiai Arif, air memang memiliki posisi istimewa dalam ajaran Islam maupun ilmu pengetahuan. Dalam Alquran disebutkan:
 
وَجَعَلْنَا مِنَ ٱلْمَآءِ كُلَّ شَىْءٍ حَىٍّ ۖ أَفَلَا يُؤْمِنُونَ

"Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?"

"Ini menunjukkan betapa sentralnya air dalam proses penciptaan,” ujarnya, mengutip QS Al-Anbiya: 30

Dari sudut pandang biologi, Kiai Arif mengingatkan bahwa tubuh manusia terdiri dari lebih dari 90 persen komponen air, yang menunjukkan bahwa air bukan hanya simbol spiritual, tetapi juga unsur vital secara ilmiah.

Kiai Arif juga menyinggung kisah kemunculan air zamzam sebagai mukjizat bagi Nabi Ismail, yang keluar dari hentakan kakinya di tengah padang pasir.

“Contoh ini menjadi salah satu dasar kepercayaan bahwa air bisa membawa keberkahan dalam konteks spiritual,” katanya, merujuk pada kisah dalam sejarah Islam.

Namun demikian, Kiai Arif mengingatkan agar umat tidak mudah mengklaim setiap fenomena kemunculan air sebagai mukjizat.

“Kalau kita punya keyakinan tanpa ilmu, bukan berarti ilmunya tidak ada. Bisa jadi kita yang belum mengetahuinya,” jelasnya.

Kiai Arif menggarisbawahi bahwa ilmu pengetahuan dan keyakinan tidak seharusnya dipertentangkan, melainkan saling melengkapi.

“Sebaliknya, orang yang berilmu pun tidak boleh mengabaikan akidah yang sahih. Keduanya harus berjalan seimbang,” tegasnya

Dalam konteks fenomena air“berkah” di Pekalongan, Kiai Arif mendorong masyarakat agar tidak cepat terpesona dan langsung menarik kesimpulan supranatural tanpa melakukan verifikasi ilmiah.

“Islam sangat mendorong ilmu pengetahuan. Kita dituntut untuk mencari tahu, meneliti, dan tidak mudah kagetan,” tegasnya.(Mifta/Latifahtul Jannah, ed: Nashih)

Tags: air berkah, air berkah pekalongan, pekalongan, majelis ulama Indonesia