Begini Penjelasan 4 Fatwa yang Jadi Fokus Utama Rapat Pleno DSN-MUI ke-58

Begini Penjelasan 4 Fatwa yang Jadi Fokus Utama Rapat Pleno DSN-MUI ke-58

04/07/2024 21:05 JUNAIDI

JAKARTA, MUI.OR.ID—Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) mengadakan Rapat Pleno ke-58 bertajuk "Memasyarakatkan Ekonomi Syariah dan Mensyariahkan Ekonomi Masyarakat" dengan mengangkat pembahasan empat draf fatwa prioritas tahun 2024.

Rapat yang diselenggarakan pada Rabu (3/7/2024) di Hotel Discovery Ancol, Jakarta ini menjadi momen penting dalam memberikan panduan terkait dan ekonomi syariah di Indonesia. Berikut ini Penjelasan singkat tentang empat fatwa yang menjadi bahasan Rapat Pleno ke-58 DSN MUI:

Pertama, Fatwa Aspek Syariah Dana Perlindungan Pemodal
Dalam pengembangan pasar modal syariah, DSN-MUI menilai pentingnya adanya fatwa terkait Dana Perlindungan Pemodal atau disingkat (DPP). Di Indonesia, dengan populasi Muslim terbesar di dunia, pasar modal syariah harus mematuhi prinsip-prinsip syariah.
Saat ini, DSN-MUI telah mengeluarkan beberapa fatwa terkait pasar modal syariah, namun belum ada yang mengatur DPP.

DPP berfungsi melindungi investor di pasar modal Indonesia.
Rapat ini membahas bagaimana DPP dapat dikelola dan didistribusikan sesuai syariah, dengan pengelolaan alokasi dalam instrumen syariah oleh Indonesia SIPF dan distribusi kepada investor.

Distribusi DPP kepada investor berdasarkan konsep kafalah yaitu suatu bentuk penjaminan dan hubungan antara Indonesia SIPF sebagai PDPP dan Anggota DPP dalam hal ini berdasarkan konsep qardh yaitu sebagai suatu pinjaman yang tidak dijanjikan suatu imbalan tertentu.

Kedua, Fatwa Akad I‘arah dan Perjanjian Pinjam Pakai
Fatwa ini tentang akad i‘arah, atau perjanjian pinjam pakai. Menurut pandangan ulama Hanafiah dan Malikiah, i‘arah mencakup benda fisik dan manfaatnya.

Rukun akad yang disepakati meliputi shighat akad (ijab dan qabul), pihak yang melakukan akad (musta‘ir dan mu‘ir), serta obyek akad i‘arah.
I‘arah dibagi menjadi beberapa jenis berdasarkan waktu dan cara pemanfaatannya, seperti i‘arah muthlaqah fi al-waqt wa al-intifa‘ (tanpa batasan waktu), i‘arah maqayadah fi al-waqt wa al-intifa‘ (dengan batasan waktu), i‘arah maqayadah bi al-waqt (batasan waktu tanpa cara pemanfaatan), dan i‘arah maqayadah bi al-intifa‘ (tanpa batasan waktu dengan cara pemanfaatan).

Ketiga, Hukum Pinjam Pakai dalam Peraturan Perundang-Undangan Indonesia.
Dalam konteks hukum Indonesia, Pada dasarnya, pinjam pakai adalah sebuah perjanjian. Oleh karena itu, syarat sahnya perjanjian juga berlaku dalam hal pinjam pakai, sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata.

Unsur-unsur dari perjanjian pinjam pakai meliputi adanya barang yang diserahkan sebagai objek perjanjian, diberikan secara cuma-cuma tanpa imbalan, adanya kurun waktu tertentu atau tidak (setelah pemakaian barang), serta kewajiban mengembalikan barang kepada peminjam setelah pemakaian atau batas waktu yang ditentukan.

Pada dasarnya, hak dan kewajiban yang timbul karena pinjam pakai beralih kepada para ahli waris kedua belah pihak, kecuali apabila hak atau kewajiban tersebut berhubungan sangat erat dengan pribadi yang meninggal.

Dalam kasus tersebut, hak dan kewajiban tidak beralih kepada ahli warisnya, dan saat perjanjian pinjam pakai berakhir, para ahli waris berkewajiban mengembalikan barang yang dipinjam.

Keempat, Perbuatan Hukum terhadap Harta Milik Bersama (Al-Mal Al-Musytarak).
Al-Mal al-Musytarak adalah harta yang dimiliki bersama oleh beberapa pihak secara proporsional.

Fatwa ini mencakup penjualan dan penyewaan harta bersama. Penjualan al-musytarak dapat dilakukan atas dasar kesepakatan antara mitra atau oleh salah satu mitra atas nama yang lainnya. Penyewaan harta bersama juga diperbolehkan dengan ketentuan yang sama seperti ijarah umum.
Pembagian manfaat harta bersama dapat dilakukan melalui akad muhaya’ah berdasarkan kebiasaan yang berlaku di masyarakat.

Rapat Pleno ke-58 DSN-MUI ini diharapkan dapat menghasilkan fatwa-fatwa yang memberikan panduan dan kepastian hukum bagi pelaku ekonomi Islam di Indonesia. Dengan demikian, pertumbuhan dan perkembangan ekonomi syariah diharapkan menjadi lebih kuat dan berkelanjutan. (Latifahtul Jannah, ed: Nashih)

Tags: dsn mui