
Baznas Paparkan Sisi Negatif Dana Zakat Dikelola Negara di Ijtima Ulama VIII
29/05/2024 21:39 JUNAIDIBANGKA BELITUNG, MUI.OR.ID— Ketua Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) RI Prof Noor Achmad menyampaikan, isu dana zakat merupakan keuangan negara atau bukan adalah isu yang cukup krusial.
Prof Noor menambahkan, apabila dana zakat menjadi keuangan negara, maka jika terjadi penyimpangan akan dianggap sebagai tindakan korupsi karena dikenakan pasal-pasal undang-undang korupsi.
"Sementara itu, Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 itu sebenarnya sudah ada pasal pidana tapi mereka melakukan penyimpangan dan itu cukup berat hukumannya," kata Prof Noor di Ijtima Ulama Komisi Fatwa VIII, Rabu (29/5/2024) di Ponpes Bahrul Ulum Islamic Center, Sungailiat, Bangka Belitung.
Meski begitu, Prof Noor menegaskan, hal ini bukan persoalan apakah dana zakat keuangan negara atau tidak.
"Tetapi yang kami harapkan ini adalah umat yang menggelorakan semangat umat untuk berderma tentu saja berzakat (dan) bersedekah," sambungnya.
Dengan demikian, kata Prof Noor, kalau ini dianggap sebagai keuangan negara, maka akan melemahkan semangat keumatan.
"Tentu akan berakibat kemudiaan digunakan negara atau tidak. Digunakan oleh umat atau tidak," paparnya.
Prof Noor menuturkan, apabila dianggap sebagai keuangan negara, akan melemahkan semangat umat untuk berderma dan bersedekah.
"Dalam konteks ini, ada konteks ilahiyah, dimana dia akan membuat semangat muzaki misalnya membersihkan diri, sakinah untuk ketenangan sehingga, ada fungsi-fungsi ilahiyah," tuturnya.
Prof Noor menyampaikan, dalam berzakat, muzaki tidak semata-mata fungsi yang lahiriyah duniaristik yang sifatnya berdasarkan hitam putih atau pun hitung-hitungan yang diperoleh oleh masyarakat.
"Kemudiaan bagaimana cara memberikan atau hitungan semata-mata. Tetapi ada cara dimana seseorang itu ada dorongan spiritual," ujarnya.
Sehingga, Baznas masih merasa berat kalau dana zakat, infak, dan sedekah masuk ke dalam keuangan negara.
"Yang masuk kategori keuangan negara adalah pengumpulan uang yang difasilitasi oleh negara, berarti Baznas, Laz, dan UPZ itu difasilitasi negara," paparnya.
Dirinya khawatir, jika pengolalan zakat seperti BPK akan memberatkan UPZ yang ada di desa tersebut.
Apalagi kata dia, dari aspek pemerinth, sampai sekarang ini belum ada kewajiban tentang zakat seperti halnya pajak.
Prof Noor menegaskan, apabila ada kewajiban pajak seperti pajak, hal itu bisa saja menjadi keuangan negara.
"Tapi kan ini membutuhkan perjuangan yang luar biasa. Orang menangani perzakatan tidak mudah. Karena ada isu-isu yang kuat sekali, bagaimana mengkampanyekan zakat, melakukan literasi zakat dan sebagainya. Ini yang juga diperlu diperhitungkan dan dipertimbangkan," jelasnya.
"Kalau kemudiaan tidak ada kewajiban zakat dan tidak ada mandatori, semuanya hanya relawan dan dimasukkan ke keuangan negara. Lalu, bagaimana dengan upaya-uoaya yang dilakukan dengan berbagai macam cara yang kemudiaan yang kita khawatirkan menghilangkan spiritualitas itu," paparnya.
Oleh karena itu, dalam kegiatan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VIII, Prof Noor berharap ada fatwa yang mempertegas tentang keuangan negara dan Baznas seperti apa.
"Menurut hemat kami, tidak masuk ke keuangan negara tetapi persoalan akuntansinya harus diperkuat dan laporannya harus diperkuat," kata dia. (Sadam, ed: Nashih)
Tags: ijtima ulama VIII